Oleh : Iqbal Zen
Semester ini, aku dan teman-teman satu angkatan di Pondok Pesantren
mendapat mata kuliah masailul fiqhiyyah fil jinayah (masalah-masalah
fikih seputar perkara pidana). Menariknya, sebagaimana mata kuliah sebelumnya pengampu
mata kuliah tersebut memiliki kelebihan tersendiri, beliau adalah Dr.
Shofiullah, M.Ag. Beliau merupakan salah satu dosen pada Fakultas Ushuluddin
pada Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Memang, sejak pertama kali saya masuk dan bergabung menjadi keluarga besar
Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (PPUII) saya berkenalan dengan
banyak sosok yang membawa inspiratif dalam kehidupan saya secara pribadi.
Malam ini adalah malam perdana dimulainya perkuliahan bagi angkatanku di
pesantren. Malam yang cukup mengesankan bagiku khususnya dan mungkin juga
dengan teman-temanku lainnya.
Pada tulisan ini, saya sedikit mengulas kembali terhadap apa yang tadi kami
pelajari di kelas. Hal terpenting yang perlu untuk digarisbawahi atas apa yang
disampaikan oleh beliau adalah bahwa “tidak ada satu bangunan keilmuan
apapun tanpa adanya definisi”.
Misalnya, ketika beliau bertanya mengenai definisi “fikih” kepada santri. Maka,
salah satu santri menjawab “al-Ilmu bli ahkam asy-syariati al ‘amaliyati al
muktasab min adillatiha at tafshilah.”
Nah, apa kemudian yang dimaksud ilmu? tanya beliau.
Berbagai jawaban pun muncul dari para santri, tetapi belum sempurna menurut
beliau. Hingga akhirnya beliau menjawab bahwa ilmu merupakan segala sesuatu
yang ditangkap oleh panca Indera. Akan tetapi, sifatnya masih sangat relatif,
oleh karena itu dibutuhkan “bukti”, karena panca indera pun terkadang menipu
contoh fatamorgana, rel yang kelihatanya mengecil dilihat dari jauh dsb.
Berdasarkan bukti tadi, maka syarat dari bukti adalah dapat terukur,
teruji, dan tervertifikasikan. Itu pun belum tuntas, masih “relatif” karena
sifat ilmu itu adalah dialektif. Dan seterusnya.....
Hem, untuk menjelaskan satu “term” saja membutuhkan penjelasan cukup
panjang. Jadi, orang yang tahu itu belum tentu faham. Artinya, orang yang faham
adalah orang yang tahu dan mampu menjelaskan apa yang ia tahu kepada orang
lain. Akan tetapi, jika sebatas tahu belum tentu dapat menjelaskan kepada orang
lain.
So, yuk sama-sama kita belajar mulai dari yang kecil. Kita kaji kembali
berbagai definisi keilmuan kita, karena definisi merupakan pintu penting untuk
mempelajari disiplin ilmu apapun kedepannya.
Terkadang karena hal yang kecil kita menjadi sulit untuk memecah persoalan
selanjutnya. Sering kali orang terjatuh disebabkan batu kecil yang tidak
disadari.
Waallahu ‘alam bi ash shawwab []
Salam damai @iqbal_zen
0 komentar:
Posting Komentar