Oleh : Iqbal Zen
Ada tiga macam permintaan (doa) yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad SAW
yang tidak semuanya langsung dikabulkan oleh Allah SWT.
Pertama, Rasulullah
SAW berdoa agar Allah SWT tidak membinasakan umat Muhammad dengan bencana
kekeringan dan kelaparan. Untuk doa yang pertama, Allah SWT langsung menjawab
dan dikabulkan.
Kemudian yang Kedua, Rasulullah SAW berdoa agar Allah tidak
membinasakan umat Muhammad SAW dengan menenggelamkan sebagaimana terjadi pada
umat Nabiullah Nuh AS. Doa yang kedua ini dikabulkan oleh Allah SWT.
Sayangnya untuk doa yang ketiga, doa Rasul yang ini tidak langsung
dikabulkan oleh Allah SWT. Doa tersebut yaitu agar di kalangan umatnya tidak
ada fitnah dan perbedaan. Maka,
perbedaan itu fitrah dan juga merupakan sunnatullah.
Namun, sangat disayangkan sikap dari umat yang kurang memaknai perbedaan
sebagai sebuah dinamika kehidupan yang sangat indah. Pelangi yang hanya
didominasi dengan satu warna tidak memberikan nilai estetika. Berbeda dengan
adanya kombinasi warna yang sudah barang tentu mengandung nilai estetika yang
luar biasa.
Islam memberikan kemudahan yang luar biasa fleksibel kepada umatnya untuk
memilih yang terbaik bagi dirinya. Dalam Islam juga memiliki macam-macam aliran
(madzhab) dengan karakteristik berbeda yang dapat diikuti menyesuaikan dengan
kondisi kita sebagai para pengikut.
Permasalahan klasik di tengah perbedaan yang masih banyak kurang memaknai
perbedaan sebagai sebuah hal yang fitrah. Tidak menghargai perbedaan berarti
menyalahi fitrah. Tidak memaknai perbedaan dimaksud adalah sikap sementara umat
yang sering menyalahkan sementara umat lain yang berbeda dengan dirinya.
Salah satu contoh kecil bahwa macam-macam aliran itu nikmat dan memudahkan
adalah tolak ukur kesucian air. Menurut madzhab Imam Syafi’i air dianggap suci
manakala air itu sedikitnya berjumlah dua kulah atau 216 liter. Berbeda dengan
imam Hanafi yang mensyarakatkan asal tidak berubah warna, bau dan rasa.
Misal,
kalau dalam sebuah hajatan (pesta perkawinan) tuan rumah memasak daging dengan
wajan yang besar yang belum mencapai takaran dua kulah, namun sudah hampir
masak (matang) tiba-tiba kejatuhan kotoran cicak. Maka, secara hukum menurut
Syafii adalah najis dan tidak boleh dimakan, berbeda dengan Imam Hanafi yang
memperbolehkan.
Luar biasa Islam yang memberikan kelonggaran bagi Umatnya untuk memilih
yang terbaik bagi dirinya menyesuaikan dengan kondisinya.
Semoga kita semakin arif dalam memandang perbedaan di antara kita dan saling
menghormati antar sesama.
Waallahu ‘alam bis ash-shawwab []
Salam damai @iqbal_zen.
0 komentar:
Posting Komentar