Oleh : Iqbal Zen
Kata “cinta” selalu identik dengan sesuatu yang bersifat abstrak, lembut
dan tulus. Cinta adalah anugerah yang
diberikan Tuhan kepada setiap makhlukNya. Namun, terkadang pemaknaan akan cinta
itu, cenderung diletakkan pada konteks yang lebih sempit dari yang seharusnya
semisalnya kepada seorang kekasih.
Berbicara masalah cinta, saya
teringat tentang kisah legendaris asal negeri Arab yang kemudian mendunia. Ya,
Laila dan Majnun. Saya tak perlu menceritakan sejarah penamaan “Laila” dan “Majnun”.
Majnun adalah seseorang yang amat mencintai Laila hingga ia kemudian
meninggal dunia di atas makam laila, kemudian dikuburkan tepat di samping makam
Laila.
Suatu ketika ada pesta yang diselenggarakan di kediaman Laila dan jamuan yang luar biasa meriah. Pesta tersebut dihadiri banyak dari masyarakat bahkan dihadiri pula oleh para tokoh masyarakat (suku) kala itu.
Pada saat itu, Laila bertugas sebagai pelayan yang memberikan piring kepada
setiap tamu yang hendak menyantap hidangan yang telah tersedia. Tak elak,
karena pelayannya adalah sosok yang tercantik di desa itu maka, banyak para
tamu yang mengantri untuk mendapatkan pemberian piring dari Laila.
Mengetahui akan hal itu, si Majnun ikut serta dalam barisan antrian untuk
mendapat giliran piring. Setelah lama mengantri, tiba saatnya Majnun untuk
mendapatkan piring dari Laila. Namun apa yang terjadi?
Piring tersebut tidak langsung diberikan kepada Majnun, bahkan piring
tersebut dijatuhkan hingga pecah. Melihat akan hal tersebut, para tamu undangan
menertawakan Majnun. Salah satu tamu berkata “wahai Majnun, sudahlah itu
tandanya Laila sudah tidak mencintaimu lagi, kau telah dipermalukan”.
Tanpa patah arang. Si Majnun tidak
merasa tersinggung, marah bahkan benci. Justru, Majnun malah senang, itu
artinya ia bisa mengantri lagi dan bertemu dengan Laila untuk yang kesekian
kali dan bahkan bisa lebih dekat.
Begitulah arti cinta. Cinta itu artinya memberi. Bukan kemudian mengharap
adanya balasan atas apa yang kita beri. Kala kita telah memberi maka, itu semua
murni karena kita ingin mencurahkan semua yang kita miliki untuk sesuatu yang
kita cintai tersebut.
Hikmah yang selanjutnya adalah cinta yang haqiqi yaitu cinta kepada Maha
Cinta, Allah SWT. kalau kita kemudian mendapatkan sebuah musibah, maka
yakinilah bahwa itu adalah cara Tuhan untuk kita supaya kita kembali datang dan
lebih mendekat kepadaNya, bukanlah kemudian kita putus asa dan meninggalkan
Tuhan.
Semoga bermanfaat!
Salam damai,
sambung silaturahmi di @iqbal_zen
0 komentar:
Posting Komentar