skip to main | skip to sidebar

Media Iqbal Zen

Teruslah Berpuasa hingga Tuhanmu Menyuruhmu Berbuka

Pages

  • Beranda
  • Google Scholar
  • Arsip

Senin, 31 Maret 2014

MEMBINCANG PEMIMPIN IDEAL


Oleh: Iqbal Zen

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ 

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah. 
(QS. Al-Anbiya [21]:73)

Prolog
L
azim diketahui dalam literatur sejarah Islam, bahwa persoalan yang dipersilihkan pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah persoalan politik, siapa pengganti kekhalifahan (kepemimpinan) selanjutnya. Persoalan itu terselesaikan dengan terpilihnya sahabat Abu Bakar Asy Siddiq sebagai sosok yang menggantikan posisi kekhalifahan saat itu berdasarkan berbagai macam pertimbangan tentunya. Persoalan kepemimpinan itu ternyata kembali terjadi dalam diri umat Islam. Setelah perselisihan yang terjadi antara kaum Anshor dan Muhajirin, kemudian giliran antara sahabat Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyyah bin Abi Sofyan. Perselisihan itu diakhiri dengan terbunuhnya sahabat Ali bin Abi Thalib dan berkuasanya Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai khalifah, sekaligus menjadi cikal bakal berdirinya kekuasaan Bani Umayah. 

                Maka, difahami bahwa persoalan kepemimpinan merupakan persoalan klasik di kalangan umat Islam yang cukup mendapatkan perhatian. Menunjuk seorang pemimpin dalam Islam memang adalah suatu hal yang mesti dilakukan (wajib). Bahkan suatu ketika Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang pada intinya manakala ada dua atau tiga orang bepergian secara bersama-sama, maka hendaknya memilih salah satunya sebagai pemimpin. Begitu pentingnya seorang pemimpin sehingga dalam menjadikan seorang pemimpin hendaknya dipilih berdasar pertimbangan yang benar-benar matang sehingga pada akhirnya dapat membawa kepada perbaikan yang lebih luas.  
Pemimpin Ideal
                Sebagai umat Islam, tentu dalam menentukan seorang pemimpin hendaknya berorientasi pada nilai-nilai kemaslahatan (kebaikan) universal. Pemimpin yang tidak mementingkan kebutuhan pribadi, keluarga, kolega atau golongannya semata, tetapi pada seluruh anggota, masyarakat dan rakyat yang berada di bawah pimpinannya. Pemimpin yang mengayomi seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya pandang bulu. 

                Dalam membincang sosok pemimpin yang ideal, setidaknya ada beberapa karakteristik yang mesti dimiliki oleh calon pemimpin tersebut yaitu ideal secara intelektual, sosial dan spritual. Ketiganya menjadi rangkaian yang tidak dapat dipisahkan pada diri seorang pemimpin. Kesemuanya mesti terintegrasikan dalam sosok yang tentunya pada akhirnya menjadi panutan bagi masyarakat yang dipimpinnya. 

                Pertama, ideal secara intelektual. Dalam istilah agama Islam, lazim kenal dengan sifat (fathonah). Seorang pemimpin tentunya haruslah seorang yang intelek. Asumsi intelek mungkin untuk saat ini ialah orang yang telah menempuh dunia akademik (formal) dalam beberapa jenjang. Namun, dengan mengatakan orang yang tidak menempuh pendidikan secara formal sebagai kaum non-intelektualis adalah kurang tepat. Bisa jadi, orang tersebut tidak memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan secara formal baik disebabkan oleh faktor finansial atau faktor lainnya, akan tetapi ia tetap menuntut ilmu di ‘alam terbuka’. 

                Sehingga, pemaknaan terhadap ‘intelek’ disini ialah kemampuan analisis terhadap suatu persoalan. Kaum intelektual cenderung memiliki ketajaman dalam menganalisis terhadap suatu persoalan sehingga mampu mengurai persoalan tersebut dengan baik dan bijak. Orang yang intelek, cenderung terbuka fikirannya terhadap berbagai macam pendapat tanpa kemudian menyalahkan pendapat yang berbeda dengannya secara sepihak, serta berhasil merangkul perbedaan yang ada. 

                Selain itu, seorang pemimpin tentu erat kaitannya dengan pelbagai kebijakan yang mesti diambil. Kebijakan tersebut akan bernilai kemaslahatan atau kemudlaratan tergantung atas kematangan analisis seorang pemimpin. Sehingga, sosok pemimpin yang intelek merupakan salah satu kunci terciptanya kebijakan yang membawa kemaslahatan (kebaikan) yang lebih luas. Salah-salah pemimpin yang tidak intelek akan membawa dampak yang tentunya merugikan banyak pihak. 

                Kedua, ideal secara sosial. Sudah menjadi naluri manusia untuk saling berinteraksi sosial dan saling membutuhkan antar satu dan lainnya. Dalam istilah yang dikemukakan Aristoteles bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia tidak akan mampu hidup tanpa adanya bantuan dari sesama. Dalam kaitannya kepemimpinan, sosok pemimpin yang sosialnya apik akan menyadari bahwa relasi antara dirinya dengan masyarakat yang dipimpinnya harus selalu dijalin dengan baik dan harmonis.

         Seorang pemimpin sejatinya menyadari bahwa bukan saatnya untuk dilayani tetapi esensinya adalah melayani. Ideal secara sosial akan merasa peka dan cepat tanggap terhadap realitas sosial yang terjadi di lingkup kepemimpinannya. Ada sebuah hikmah yang datang dari sosok khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz yang mendedikasikan dirinya untuk rakyat yang dipimpinnya. 

        Suatu ketika, khalifah Umar hendak istirahat karena telah merasa lelah. Baginya, dijadikannya siang untuk berkerja dan mengabdi kepada masyarakat sedangkan malam untuk ibadah dan istirahat. Namun, malam itu datang salah satu rakyatnya untuk meminta pertolongan atas permasalahan yang ia hadapi. Lantas khalifah Umar berkata “tidakkah engkau melihat bahwa aku hendak beristirahat?” rakyatnya pun berkata kembali “Wahai khalifah, apakah engkau menjamin bahwa sampai esok hari aku bisa meminta pertolongan kepadamu?” seketika khalifah sadar dan tidak mengulanginya. 

                Begitu pula pada sosok Nabi Muhammmad SAW yang amat luar biasa perhatian terhadap umatnya. Ketika hendak meninggal dunia, perhatiannya masih tertuju pada umatnya. Bahkan, konon ketika pada saat dibangkitkan di kehidupan kelak, ia bangkit dalam keadaan sujud. Dalam sujudnya ia masih meminta satu permintaan kepada Allah SWT. Permintaan itu bukanlah untuk dirinya melainkan untuk umatnya supaya diprioritaskan masuk surga daripada umat nabi-nabi lainnya.  Sehingga sekali lagi bahwa seorang pemimpin yang ideal secara sosial akan menyadari bahwa kepemimpinannya adalah untuk rakyat. Penundaan atas urusan rakyat berarti telah bersikap kurang tepat dan menyalahi prinsip kepemimpinan. Oleh karenanya, kepentingan umum lebih didahulukan ketimbang kepentingan pribadi. 

                Ketiga, ideal secara spiritual. Terlebih dari dua karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya, kita mengetahui bahwa salah satu problem terbesar yang melanda bangsa ini adalah korupsi. Media cetak maupun elektronik tidak pernah sepi dari ‘order’ berita terkait kasus korupsi. Kita tahu, para pelaku korupsi bukanlah orang yang secara intelek rendah atau sosialnya kurang baik. Mereka merupakan orang-orang yang terdidik bahkan hingga jenjang tertinggi. Akan tetapi, mengapa mereka melakukan perbuatan yang sejatinya mereka ketahui adalah salah? Karena, pada sisi spiritual inilah bisa jadi yang tidak terlalu diperhatikan. 

                Maka, aspek intelektual yang mantap dan relasi sosial yang baik pula haruslah dibungkus dengan spiritual yang juga baik. Kematangan seorang pemimpin dalam hal spiritual dan aspek-aspek lainnya akan selalu memperhatikan dan dapat membedakan antara suatu hal yang bersifat baik (haqq) dan buruk (bathil), maslahat dan mudlarat, terpuji dan tercela. Terkadang memang kita alpa dalam melibatkan Tuhan dalam aktifitas sehari-hari yang pada akibatnya kurang bermakna dan tidak bernilai ibadah. Spiritual yang tangguh akan menjadi benteng terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam Islam. 

Epilog

Sejatinya setiap kita adalah pemimpin, pemimpin bagi diri kita sendiri. Seorang suami adalah pemimpin bagi anak dan istrinya. Seorang guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya, begitu seterusnya. Tentunya sebagai seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya pada hari akhir. Semakin luas wilayah kepemimpinannya maka semakin besar pula tanggung jawab yang melakat padanya. Tugas seorang pemimpin sebagaimana disebut dalam ayat yang telah dikutip di muka ialah bagaimana pemimpin mampu membimbing rakyat yang dipimpinnya untuk mengerjakan kebaikan, bekerja sesuai dengan prosedur yang tidak melanggar syariat serta berorientasi pada sisi ibadah kepadaNya. 

Memang untuk mengembangkan ketiga aspek di atas bukanlah perkara yang mudah, tetapi tidak mustahil untuk diwujudkan sejak dini. Contoh pemimpin ideal tidak lain hanyalah Nabi Muhammad SAW. Bagaimana kiprahnya dalam memimpin masyarakat Madinah menjadi masyarakat yang beradab dan bermartabat dalam waktu yang relatif singkat. Kepemimpinan ala nabi-lah (Prophetic Leadership) yang selaiknya dijadikan sebagai rujukan dalam membina orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya (masyarakat). 

Akhirnya, penulis mengajak kepada pribadi dan pembaca yang budiman untuk memulai kebaikan dari diri kita sendiri (ibda’ bi nafsi). Al-dakwatu bil qudwati, memberikan contoh perilaku yang dapat dijadikan teladan. Semoga kita selalu dibimbing untuk terus memproses diri kita masing-masing menjadi lebih baik dan layak menjadi suri teladan bagi orang lain. waAllâhu ta’âla ‘alam. []

* Diterbitkan oleh Buletin Al-Lu'Lu Pon-Pes UII Edisi 160/III/2014

               
M. Iqbal Zen
Santri Pon-Pes UII


                    
         

Diposting oleh Unknown di 07.19 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Label: Muhasabah

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Mengenai Saya

Foto saya
Iqbal Zen
Muhammad Iqbal Juliansyahzen. Mengabdi sebagai seorang dosen tetap (PNS) di IAIN Purwokerto. Senang sekali bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan. Menulis sebagai ikhtiar merawat akal (hifz al-'aql). Selamat membaca
Lihat profil lengkapku

Menu kami

  • Akhlak (6)
  • Anekdot (10)
  • Doa (3)
  • Ekonomi (1)
  • Falak (3)
  • Hadis (1)
  • Kajian Fiqih (17)
  • Kajian Keislaman (8)
  • Kisah (3)
  • Lyrics (3)
  • Makalah (10)
  • Motivasi (9)
  • Muhasabah (38)
  • Mukjizat al-Qur'an (1)
  • Peradilan (1)
  • Psikologi Keagamaan (16)
  • Sosial Humaniora (5)
  • Student Exchange (16)
  • Studi Islam (2)
  • Ulasan (2)
Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar Tulisan

  • ►  2020 (8)
    • ►  September (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2017 (9)
    • ►  Agustus (7)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (7)
    • ►  September (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (4)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Juni (1)
  • ▼  2014 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
    • ▼  Maret (1)
      • MEMBINCANG PEMIMPIN IDEAL
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (42)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (16)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2012 (44)
    • ►  Oktober (8)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (16)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2011 (28)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (10)
    • ►  Januari (6)

Pengikut

 
Copyright (c) 2010 Media Iqbal Zen. Designed for Video Games
Download Christmas photos, Public Liability Insurance, Premium Themes