Oleh
: M. Iqbal Juliansyahzen
Tulisan ini hanya
sebatas refleksi singkat penulis terhadap beberapa hal yang saat ini terbersit
dalam fikiran. Tujuannya, hanya sebatas sharing, atau mungkin sebagai sarana
ingat-mengingatkan. Tentu, bukan berarti penulis merupakan pribadi yang luput
dari kesalahan dan kekhilafan. Sekali lagi, murni bahwa tulisan ini lahir di
tengah “kegalauan” intelektual, spritual atau mungkin emosional terhadap
fenomena sosial. (hehehe, lebay sedikit ya...)
Manusia mempunyai
fitrah yang suci dari Alloh SWT untuk memiliki ketertarikan terhadap lawan
jenis, untuk saling mengasihi dan mencintai. Maka, fitrah yang suci mestinya
harus dijaga dengan perbuatan yang mengarah pada kesucian tersebut.
M. Quraish shihab
dalam menjelaskan kata “fitrah” menjelaskan bahwa kata tersebut terambil dari
kata “al-fithr” yang berarti belahan. Dari makna ini kemudian lahir makna lain
seperti kejadian atau penciptaan (Shihab: 1996, 283).
Penafsiran indah juga
disampaikan al-Qurthubi bahwa fitrah bermakna kesucian, yaitu kesucian jiwa
maupun rohani. Firah ini ditetapkan oleh Allah kepada manusia yang menunjukan
bahwa manusia sejak kecil terlahir dalam keadaan suci, tanpa dosa. Ingat tanpa
dosa. Berbeda dengan pemahaman dari konsep agama lain.
Karena manusia
terlahir SUCI, maka jangan kemudian dikotori dengan berbagai hal yang dapat
merusak kesucian tersebut. Lalu, perbuatan seperti apa yang dapat
mengotorinya? Dalam konteks pembahasan ini yaitu relasi lawan jenis yang
tentunya belum ada ikatan suci (mitsaqan ghaliza) seperti berpegangan
tangan, berpelukan dan lain sebagainya. Hal ini karena pemahaman yang keliru,
atau karena berlebihan dalam mencintai seseorang yang belum “resmi”.
Lalu, kemudian muncul
pertanyaan bagaimana konsep pacaran dalam Islam? Wah, pertanyaan ini merupakan
pertanyaan yang sering ditanyakan kaum muda-mudi, termasuk penulis..hehe...
Sependek pemahaman penulis berdasarkan fenomena sosiologis-keagamaan. Bahwa
pacaran dalam Islam dikenal dengan istilah ta’aruf. Masa ini dipergunakan untuk
saling mengenal satu sama lainnya. Artinya, seseorang dapat memutuskan untuk melanjutkan atau tidak ke
jenjang yang berikutnya. Selain itu, masa yang digunakan untuk mengenal sedikit
sifat agar dikemudian hari dapat lebih menerima kekurangan dari masing-masing
pasangan.
Tetapi ingat, ada
batasan batasan yang harus diperhatikan. Penulis kira pembaca yang budiman dapat
memahaminya dengan baik batasan tersebut. Jika hanya sekedar berjabat tangan,
penulis kira tidak ada masalah selagi tidak berakibat nafsu (negatif).
Kepada kaum perempuan
yang kebetulan membaca artikel singkat ini, mulailah untuk menjaga kehormatanmu
untuk suami kelak. Jangan biarkan seseorang yang belum halal bagimu menyentuhmu.
Ingat bahwa semuanya diciptakan Allah berpasangan-pasangan, sebagaimana
terdapat surat yasin. Yakinlah jodohmu sudah dijamin Alloh SWT. Tugasmu hanya
menjaga sampai tiba masanya.
Bagi para lelaki
(termasuk penulis), sudahi atau halalkan. Jika memang seorang laki-laki yang
serius tentu tidak ingin mengajak seorang perempuan yang belum halal ke tempat-tempat yang berpotensi ke arah
yang negatif atau menghabis waktu yang justru lebih cenderung kurang bermanfaat. Tentu hal ini berat
karena godaan hiburan dan masa muda. Tetapi jika kau berhasil untuk menahan,
kau super sobat...
Akhiran, mari
kita bersama-sama menjaga fitrah yang diberikan Alloh kepada kita dengan cara menjaga diri. Menjaga bukan berarti menutup diri rapat-rapat. Tetapi berusaha
untuk membatasi hal-hal yang mengarah pada unsur negatif. Semoga bermanfaat..
Amin..
0 komentar:
Posting Komentar