Salah satu problem
mendasar yang dialami umat
Islam di Indonesia khususnya
dan
negara-negara muslim ialah belum adanya sistem penanggalan yang terunifikasi
dan terintegrasi.
Unifikasi kalender merupakan kebutuhan mendesak untuk menyatukan segala
aktivitas umat muslim di seluruh penjuru dunia. Perbedaan yang kerap terjadi di
kalangan umat Islam merupakan contoh kecil dari sebuah kealfaan terhadap sistem
penanggalan ini. Berbagai persoalan kemudian muncul seperti penentuan awal
bulan Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha dan perayaan hari besar lainnya. hal ini
membuktikan bahwa internal Umat Islam kesepakatan untuk bersatu menjadi barang
mahal.
Dampak
dari belum
terunifikasinya sistem penanggalan ini bermuara pada bangunan peradaban. Setiap
peradaban besar pasti memiliki sistem kalenderisasi yang baku dan akurat untuk mengatur setiap
aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Sistem kalender tersebut merupakan
cerminan dari pandangan hidup suatu perabadan. Dalam hubungan ini, Islam sebagai
sebuah agama peradaban
masih sering terjebak dan sulit untuk bersatu.
Fenomena di atas merupakan ironi mengingat pasca
wafatnya Nabi 14 abad yang lalu, umat muslim masih belum memiliki sistem
penanggalan yang digunakan di seluruh penjuru dunia. Selama ini, umat Islam
masih menggunakan sistem kalender lokal-partikularistik yang digunakan oleh
masing-masing wilayah, negara atau organisasi masyarakat-keagamaan (ormas) tertentu.
Perbedaan yang digunakan oleh masing-masing wilayah ataupun ormas tersebut pada
akhirnya memunculkan klaim kebenaran (truth claim) yang bersifat eksklusif.
Sumbu persoalan tidak
hanya pada perbedaan penafsiran atas penentuan awal bulan kalender tetapi juga
disebabkan karena perbedaan metode yang digunakan oleh umat Islam itu sendiri.
Misalnya,
tradisi ru’yah dengan ketentuan minimum visibilitas tertentu (imkanur
rukyah). Sedangkan di sisi lain, lebih mengedepankan metode hisab (perhitungan).
Sehingga sistem penanggalan unifikatif yang begitu didambakan sulit terwujud.
Sejatinya dengan perkembangan
teknologi, kejadian alam dan perubahannya dapat diprediksi secara akurat. Fenomena
gerhana matahari total yang beberapa waktu lalu telah diprediksi sebelumnya. Hasilnya,
tidak meleset sedikit pun. Namun demikian, hal ini urung juga dapat menyatukan
umat Islam dalam hal unifikasi kalender.
Peradaban sebagai perspektif
Membangun peradaban
merupakan salah satu tugas kekhalifan manusia di muka bumi. Unifikasi kalender
merupakan tuntunan peradaban umat muslim di seluruh dunia. Terlepas dari
pro dan kontra ru’yah dan hisab, terdapat pula sebuah optimis bahwa
peradaban yang berbasis pada kesamaan visi atas sebuah sistem penanggalan yang
terunifikasi akan segera terwujud. Kondisi umat Muslim di tengah globalisasi
yang mengharuskan umat Islam saling berinteraksi secara intens, maka tentu
harus ditunjang dengan sistem penanggalan yang baku yang dapat menyatukan umat
Islam.
Harus diakui bahwa
dalam mewujudkan sistem penanggalan demikian tidaklah mudah, dibutuhkan daya
dan tenaga yang tidak sedikit. Keseriusan dan kesamaan persepsi menjadi amat
sangat penting dalam upaya penyatuan ini. Paling tidak, hal ini dimulai dari
negara-negara muslim di Asia Tenggara untuk merumuskan alternatif sistem
penanggalan kalender muslim. Karena selama ini, umat Islam masih terjebak pada
penanggalan yang bersifat politis.
Atas dasar itu,
seminar yang diselenggarakan Pusat Studi Islam UII bermaksud memberikan
kontribusi pemikiran dan upaya strategis dalam upaya unifikasi kalender hijriah
bagi umat muslim. Hal ini berangkat dari sebuah keyakinan bahwa penanggalan
bagi umat Islam merupakan sesuatu penting dan sebagai motor persatuan umat
Islam di seluruh penjuru dunia. Selain itu, diskursus penyatuan penanggalan hijriah
global yang belum terunifikasi memiliki dampak peradaban yang luar biasa,
selain dampak ekonomi, sosial dan politik. Hal ini sejalan dengan visi-misi UII
yang berikhtiar membumikan nilai-nilai profetik Islam yang rahmatan lil-‘Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar