skip to main | skip to sidebar

Media Iqbal Zen

Teruslah Berpuasa hingga Tuhanmu Menyuruhmu Berbuka

Pages

  • Beranda
  • Google Scholar
  • Arsip

Jumat, 10 Maret 2017

MEMAKNAI KEMBALI UKHUWAH ISLAMIYAH KITA


إنَّــمَــا المُؤمِنُــوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُــوْا بَيـْـنَ أَخَوَيْكُمْ ج وَاتَّقـُـو اللهَ لَعَّلَكُمْ تُرْحَمُـــوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara saudara-saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”
(QS. Al-Hujarāt [49] : 10)

Paling tidak, dimulai sejak abad ke-21 ini, masyarakat dunia termasuk umat Islam dihadapkan dengan tantangan dan perubahan sosial yang sangat luar biasa. Bahkan, bagi sebagian kita, hal ini menjadi momok dan ancaman serius yang dapat menimbulkan krisis, segresi, disintegrasi dan lain sebagainya. Tentunya hal tersebut akan terjadi jika kita tidak memiliki pegangan dan dasar yang kuat dalam berbagai hal, khususnya dalam hal agama (iman).
Iman menjadi dasar yang paling ampuh dalam memproteksi diri dari setiap problem kehidupan yang dihadapi. Karenanya, iman menjadi inti dari seorang muslim. Namun demikian, tidak cukup sampai disitu saja. Berulangkali, Allah sebutkan dalam al-Quran bahwa iman belum bermakna sebelum seseorang tersebut merealisasikan atau mempresentasikan dalam bentuk amal shaleh. Amal shaleh merupakan pengejawantahan iman. Maka, mungkin tidak berlebihan jika diibaratkan iman dan amal seperti sepasang suami istri yang saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Pembaca yang budiman. Perlu diingat bersama, bahwa dalam rangka merealisasikan amal tersebut, kita terikat dengan realitas sosial yang ada di sekitar kita. Orang lain dan masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari setiap langkah hidup kita. Allah takdirkan kepada kita, bangsa Indonesia, dengan realitas keajemukan baik dari segi agama, etnis, budaya, maupun adat istiadat.
Realitas majemuk dan beragam yang dimiliki Bangsa Indonesia merupakan anugerah yang harus dirawat dan disyukuri. Menjaga kemajemukan tersebut menjadi tanggung jawab kita, meskipun potensi konflik menjadi suatu hal yang sulit dipungkiri. Secara historis, potensi konflik itu telah terjadi seperti misalnya munculnya aliran-aliran kalam dalam Islam,aliran pemikiran, dan lain sebagainya. Bahkan, “ramalan” malaikat saat berdialog dengan Allah –sebagaimana terekam dalam surah al-Baqarah- terkait awal mula penciptaan manusia di muka bumi menjadi refleksi kita bersama. Maka, keanekaragaman yang ada mesti dikelola agar tidak menimbulkan konflik, perpecahan atau disintegrasi umat dan bangsa.

Tuntunan al-Quran
Sebelum mengurai tuntunan al-Quran dalam mengelola keberagaman dan menenun ukhuwah, ada baiknya kita telaah ulang faktor yang memungkinkan ukhuwah kurang terjalin dengan baik. Paling tidak ada empat faktor penyebabnya (Syahrin Harahap, 2015), yaitu pertama, kecenderung umat Islam memaknai ukhuwah terbatas hanya pada persoalan silaturahmi fisik an sich dan kurang menjalin “silaturahmi batin”. Akibatnya, pengertian ukhuwah menjadi terdistorsi pada pengertian yang sempit.
Kedua, ketidakcermatan atau bahkan bisa dikatakan ketidakmampuan umat Islam dalam membedakan persoalan-persoalan yang bersifat prinsipel (pokok, aşl) dengan hal-hal yang elementer (cabang, teknis, furu’iyyah), sehingga hal yang bersifat elementer, cabang, furuiyyah tadi menjadi sumbu konflik di antara umat. Hal-hal yang bersifat elementer tersebut seharusnya tidak perlu dibesar-besarkan. Namun, realitasnya kita sering terjebak pada problem demikian. Persoalan yang bersifat elementer seolah menjadi persoalan yang menyangkut persoalan dasar umat.
Ketiga, pragmatisme. Kepentingan sesaat yang menguntungkan pribadi maupun kelompok kerapkali mengalahkan banyak hal termasuk pada akhirnya mengakibatkan konflik, merusak ukhuwah. Wajar jika ada ungkapan salah seorang ulama yang menyatakan bahwa seseorang akan berubah dalam tiga keadaan yaitu pada saat dengan penguasa, kemudian saat mendapatkan kewenangan atau kekuasaan dan terakhir pada saat berubah kaya/miskin. Namun, tiga hal tersebut bernilai negatif jika seseorang memiliki kekuatan iman yang bagus. Karenanya, iman menjadi fondasi utama seorang muslim.
Keempat, politisasi agama. Saat agama dijadikan komoditas politik maka pada saat itulah kepentingan tertentu dimainkan. Agama yang seharusnya menjadi panduan dan sumber nilai seseorang dalam berbuat, bertingkah laku, bermasyarakat dan bernegara malah dijadikan alat yang ditujukan untuk kepentingan tertentu. Penyalahgunaan kepentingan inilah yang pada akhirnya bermuara pada lahirnya konflik dan perpecahan di antara umat.
Maka, sudah semestinya umat muslim merujuk tuntunan al-Quran sebagai basis nilai dan pedoman hidup. Al-Quran mengajarkan bahwa manusia diciptakan untuk saling mengasihi dan mencintai antar sesama. Perbedaan yang ada merupakan suatu keniscayaan, hukum yang berlaku dalam kehidupan ini. Perbedaan bukan untuk dihindari, melainkan kita berusaha mencari titik temu dalam rangka mewujudkan cita agama yang menebar rahmah.
Karenanya, sebagai khalifah di muka bumi, manusia mengemban amanah yang besar yaitu mewujudkan kemashlatan dan kedamaian. Tidak hanya bagi kaum muslim saja, tetapi juga kepada manusia secara umum dan bahkan kepada alam lingkungan. Kekhalifahan itu pada dasarnya menuntut manusia untuk membimbing, memelihara dan mengarahkan menuju tujuan awal peciptaan makhluk di dunia ini.
Dalam memantapkan ukhuwah sesama muslim, al-Quran menuntun umatnya untuk mengedepankan kearifan, kebijaksaan dan mengedepankan islah ketika terjadi kesalahpahaman. Menarik untuk dikaji lebih lanjut, sebagaimana penulis kutipkan salah satu ayat dalam al-Quran di awal tulisan, al-Quran menggunakan kata ikhwah yang berarti persaudaraan yang didasarkan pada hubungan keturunan, padahal kontek ayat tersebut adalah persaudaraan antar sesama mukmin. Al-Quran tidak menggunakan kata ikhwan yang sebenarnya menunjukan persaudaraan yang tidak berkaitan dengan hubungan keturunan.
Prof. Quraish menafsirkan bahwa penggunaan kata tersebut bertujuan untuk mempertegas seakan-akan hubungan tersebut tidak hanya hubungan keimanan saja, tetapi juga “seakan-akan” dijalin karena persaudaraan keturunan. Sehingga umat Islam memiliki tanggungjawab yang ganda kepada sesama uamt beriman agar selalu menjalin hubungan kekeluargaan yang harmonis. Bahkan dalam suatu riwayat, hubungan antar umat Islam ibarat bangunan yang saling menguatkan antar satu dan lainnya.
Dalam konteks hubungan kita kepada antar pemeluk agama, Islam memperkenalkan sikap kebebasan dalam menjalankan agamanya masing-masing sebagaimana tercermin dalam QS. Al-Kāfirūn [106] : 6).  Al-Quran juga menganjurkan agar umat Islam mencari titik singgung, titik temu (kalimat sawa’) antar pemeluk agama. Sehingga, dalam rutinitas sosial-kemasyarakat dapat terjalin dengan baik, membangun pedamaian dan kebersamaan. Tentunya hal itu tidak menyangkut dalam persoalan prinsipil (aqidah). Karenanya, dalam interaksi sosial, jika tidak ditemukan persamaan hendaknya masing-masing mengakui keberadaan orang lain, dan yang terpenting tidak perlu saling menyalahkan.

Mamantapkan (kembali) Ukhwuwah
Ukhuwah biasa diartikan persaudaraan. Masyarakat muslim kemudian familiar dengan istilah ukhuwah islamiyyah. Namun, pemahaman terhadap ukhwuwah islamiyyah ini perlu diperjelaskan dan didudukan kembali sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang kurang tepat yang berakibat pada aktivitas bersosial keseharian. Selama ini, timbul kesan atau pemahaman bahwa istilah tersebut berarti “persaudaraan yang terhubung antar umat muslim” atau “persaudaraan sesama Muslim.” Sehingga, kata “Islamiah” dalam hal ini merujuk sebagai orang yang berukhuwah atau pelaku ukhuwah. Padahal, akan lebih tepat jika kata Islamiah dimaknai sebagai kata sifat (adjektif).
Sebagai kata sifat, maka ukhuwah Islamiyah berarti “persaudaraan yang bersifat Islami, atau persaudaraan yang berlandaskan pada nilai-nilai keislaman”. Paling tidak ada dua argumen terhadap pemaknaan tersebut, pertama, karena memang di dalam al-Quran dan hadis dikenalkan berbagai macam persaudaraan seperti persaudaraan seketurunan atau sekandung, persaudaraan seagama maupun antar pemeluk agama, persaudaraan karena sebangsa maupun persaudaraan sesama manusia secara umum. Kedua, karena alasan kebahasaan. Dalam tata bahasa Arab, kata sifat akan selalu mengikuti pola kata yang disifatinya.
Dengan demikian, ukhuwah tidak hanya kepada mereka yang seagama saja, tetapi juga kepada antar pemeluk agama. Persaudaraan pada akhirnya akan menimbulkan cinta dan kasih kepada sesama. Dalam internal umat Islam khususnya, kita sering berdebat pada persoalan-persoalan yang bukan prinsipil hingga pada akhirnya merusak tatanan ukhuwah. Yang terpenting sebenarnya bukanlah mencari perbedaan yang ada, tetapi mencari persamaan. Disadari atau tidak, faktor dominan dan penting dalam menimbulkan rasa persaudaraan baik dalam pengertian luas atau sempit adalah karena adanya persamaan. Semakin banyak menemukan dan mencari persamaan, maka semakin besar pula kesempatan untuk menjalin persaudaraan.
Kalaulah berbeda, sikap yang mesti kita kedepankan bukanlah sikap yang saling menyalahkan, menghina, memperolok-olok orang lain melainkan saling menghormati dan menghargai pendapat. Penulis sangat miris misalnya ketika melihat dinamika di media sosial maupun elektonik yang saling menjelekkan dan menghina kepada sesema bahkan kepada ulama. Menghargai perbedaan sama halnya menghargai sunnatullah, karena semua perbedaan itu merupakan atas kehendak Ilahi. Kalaulah Allah berkehendak untuk menjadikan seluruh penghuni bumi menjadi satu warna tentunya bukanlah hal yang sulit bagiNya. Justru penyeragaman itu berdampak pada manusia yang akan hilang akal budi dan rasanya yang tidak dapat memilah dan memilih mana yang terbaik. Perbedaan untuk menguji manusia menjadi yang terbaik.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis ingin menekankan kembali bahwa persaudaraan antar sesama yang berlandaskan nilai nilai Islam harus dimaknai bahwa Islam merupakan ajaran luhur untuk menghargai sesama, persaudaraan yang memuliakan manusia lainnya, memanusiakan manusia. Cita Islam yang luhur tersebut diembankan kepada manusia, umat muslim, yang notabene sebagai khalifah di muka bumi. Mari kita saling eratkan ukhuwah diantara kita hingga pada akhirnya terwujud baldatun thayyibatun wa rabbun ghafūr.

* Iqbal Zen
Alumni PP UII


Diterbitkan oleh Buletin Al-Rasikh (Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam UII). Edisi 12 Jumadil Akhir 1438 H, 10 Maret 2017. 


Diposting oleh Unknown di 23.22 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Label: Kajian Keislaman, Sosial Humaniora

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Mengenai Saya

Foto saya
Iqbal Zen
Muhammad Iqbal Juliansyahzen. Mengabdi sebagai seorang dosen tetap (PNS) di IAIN Purwokerto. Senang sekali bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan. Menulis sebagai ikhtiar merawat akal (hifz al-'aql). Selamat membaca
Lihat profil lengkapku

Menu kami

  • Akhlak (6)
  • Anekdot (10)
  • Doa (3)
  • Ekonomi (1)
  • Falak (3)
  • Hadis (1)
  • Kajian Fiqih (17)
  • Kajian Keislaman (8)
  • Kisah (3)
  • Lyrics (3)
  • Makalah (10)
  • Motivasi (9)
  • Muhasabah (38)
  • Mukjizat al-Qur'an (1)
  • Peradilan (1)
  • Psikologi Keagamaan (16)
  • Sosial Humaniora (5)
  • Student Exchange (16)
  • Studi Islam (2)
  • Ulasan (2)
Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar Tulisan

  • ►  2020 (8)
    • ►  September (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (3)
  • ▼  2017 (9)
    • ►  Agustus (7)
    • ▼  Maret (1)
      • MEMAKNAI KEMBALI UKHUWAH ISLAMIYAH KITA
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (7)
    • ►  September (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (4)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Juni (1)
  • ►  2014 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (42)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (16)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2012 (44)
    • ►  Oktober (8)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (16)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2011 (28)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (10)
    • ►  Januari (6)

Pengikut

 
Copyright (c) 2010 Media Iqbal Zen. Designed for Video Games
Download Christmas photos, Public Liability Insurance, Premium Themes