Tadarus Ramadhan
*Muhammad
Iqbal Juliansyahzen
Dalam kitab Bidāyatul Hidāyah
karya Imam Ghazāli, yang kemudian mendapat julukan hujjātul
Islam, disebutkan mengenai panduan penting bagi seorang
Muslim dalam menggapai hidayah, di antaranya adalah dengan menjaga perut.
Kitab ini bagi kalangan
pesantren biasanya dikaji sebelum seorang murid membahas kitab al-Imam lainnya
yaitu Ihya ulumuddin. Pembahasan kitab ini diawali perihal laku spiritual seorang
penuntut ilmu. Baginya, seorang murid harus terus berusaha menyucikan diri dari
segala hal yang bernuansa ‘materi’. Semua laku harus diorientasikan dan
dimuarakan kepada Sang Pemilik Semesta.
Imam Ghazālī mewanti-wanti
bagi seorang murid dalam menggapai hidayah agar selalu melatih nafsu dan hati. Termasuk
dalam hal menuntut ilmu. Beliau menegaskan bahwa muara dari seorang murid dalam
menuntut ilmu adalah ketersingkapannya dalam memperoleh hidayah. Hidayah bukan
barang yang ‘terima-jadi’. Perlu ikhtiar untuk menjemputnya.
Di antara ikhtiar tersebut
adalah dengan cara memelihara perut. Islam telah memberikan pedoman dasar dan
peringatan bagi pemeluknya dalam rangka mencari rizki yang nantinya akan
dimasukkan ke dalam perut. Mulai dari barang yang telah pasti kehalalannya,
jauh dari syubhat apalagi haram, dan tentunya juga tayyib.
Seorang muslim harus berhati-hati
dalam menjemput rizki. Apalagi rizki tersebut akan masuk dalam tubuh kita dan
keluarga. Tidak berhenti disitu saja, Imam Ghazālī memberikan penegasan hatta
jikalau rizki yang baik telah didapat, hendaknya mengekang perut dari
mengkonsumsi makanan secara berlebihan.
Dalam hal apapun, sikap
berlebihan akan berdampak negatif. Karena itu, porsi dan komposisinya harus
berkesesuaian-seimbang. Lebih lanjut, Imam Ghazālī menyampaikan dampak negatif
dari perut yang terlalu kenyang yaitu keras hati, merusakan kecerdasan, dan
ketangkasan, menghilangkan hafalan, berat melaksanakan ibadah, menimbulkan dan
menguatkan syahwat.
Penting digarisbawahi, jika
rasa kenyang dari barang yang halal saja bisa berpotensi menjadi sumber
kejelekkan, apalagi jika rasa kenyang itu diperoleh dari hasil barang yang
haram. Na’udzubillah.
Bagi seorang penuntut ilmu,
rizki yang halal menjadi sarana keberkahan. Menuntut ilmu tetapi masih memakan
barang yang haram, diibaratkan dengan mendirikan gedung yang mewah namun
didirikan diatas kotoran binatang.
Bulan Ramadhan menjadi
sarana kita melatih dan memelihara perut. Mengfilternya dari barang-barang yang
dapat berpotensi membawa dampak negatif. Namun terkadang puasa kita hanya
sebatas menunda makan. Tiba saatnya berbuka, kita seperti balas dendam.
Sebanyak dan bermacam mungkin makanan diusahakan masuk ke perut.
Semoga puasa kita berhasil
mendidik kita menjadi pribadi lebih baik. Amaliyah ibadah di bulan penuh berkah
ini diridhoiNya. Amin.
Pwt, 05 Ramadhan 1441 H
0 komentar:
Posting Komentar