skip to main | skip to sidebar

Media Iqbal Zen

Teruslah Berpuasa hingga Tuhanmu Menyuruhmu Berbuka

Pages

  • Beranda
  • Google Scholar
  • Arsip

Sabtu, 06 Oktober 2012

HADIS BERDASARKAN TEMPAT PENYANDARANNYA


Oleh: M. Iqbal Julansyah Zen dan Aan Fuad[1]

I.              Hadis Qudsi
1.             Pengertian
Hadits qudsi, disebut juga dengan istilah hadits Ilahi atau hadits Rabbani. Menurut bahasa berasal dari kata القدس yang berarti suci yaitu hadis yang dinisbatkan pada dzat yang Maha Suci yaitu Allah SWT[2].  Nisbah ini menunjukan rasa ta’dzhim(hormat akan kebesaran dan kesucianNya), oleh karena kata itu sendiri menunjukan kebersihan dan kesucian secara bahasa. Sehinga berarti mensucikan Allah.
Sedangkan menurut istilah sesuatu yang dikhabarkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi menyampaikan ma’na dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.[3]
Sehingga dapat dikatakan bahwa hadits Qudsi adalah suatu hadits yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW, kemudian Nabi SAW menerangkannya dengan menggunakan susunan katanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits yang maknanya berasal dari Allah SWT, namun lafalnya berasal dari Nabi SAW.
Contoh hadits Qudsi adalah
§ عن النبي قال, قال الله تعالى ثلاثه انا خصمهم يوم القيامه… الخ.رواه ابو هريرة


2.             Pengertian Hadis Nabawi
Menurut istilah, pengertian hadis nabawi ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat. Dapat dikatakan, hadits yang lafal maupun maknanya berasal dari Nabi Muhammad SAW sendiri.[4]
Contoh hadist nabawi yang berupa perkataan (qauli) misalnya perkataan Nabi SAW,
انما الاعمال بالنية………. . اخرجه البجخارى فى صحيحه
Contoh hadist berupa perbuatan (fi’li) ialah
كان النبي اذا اراد ان ينام وهو جنب غسل فرجه وتوضأ للصلاة. حديث عائشة
Contoh hadist berupa ketetapan (taqriri) ialah
ان خالته اهدت الى رسول الله سمنا واضبا واقطا فاكل من السمن والاقط واكل على مائدته

, ولو كان حراما مااكل على مائدة رسول الله. حدبث ابن عباس
Contoh hadist berupa sifat (wasfi) ialah
كان رسول الله ربعة ليس بالطويل ولابالقصر حسن الجسم… الخ . حديث انس ابن مالك

3.             Perbedaan Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi
a.             Hadits Nabawi dinisbahkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Adapun Hadits Qudsi dinisbahkan kepada Allah. Nabi Muhammad hanya berstatus sebagai penyambung lidah dari-Nya.
b.             Hadis Nabawi ada dua macam yaitu: [5]
1.    Tauqifi yaitu kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu dijelaskan kepada manusia dengan kata-kata darinya. Di sini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah tetapi dari sisi perkataan lebih banyak dinsbahkan kepada Rasulullah SAW. sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada siapa saja yang mengatakannya, walaupun terdapat makna yang diterimanya dari pihak lain.
2.    Taufiqi. Bagian lain adalah Taufiqi. Yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW. menurut pemahamannya terhadap Al-Qur’an, karena fungsi Rasulullah SAW. menjelaskan, menerangkan al-Qur’an, atau mengambil istinbat dangan perenungan dan ijtihad. Dalam hal ini, wahyu akan mendiamkan jika benar dan bila terdapat kesalahan didalamnya, maka wahyu akan turun untuk membetulkannya[6] . yang pasti taufiqi ini bukan merupakan kalam Allah.
c.              Pola (Shighat) Periwayatannya Dalam hadits qudsi terdapat dua pola periwayatan, yaitu:
1.    Rasulullah Saw mengatakan apa yang diriwayatkan dari Tuhan-Nya,
رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه قال
2.     Rasulullah Saw mengatakan: Allah Ta’ala telah berfirman atau berfirman Allah
Ta’ala. قال الله تعالى

4.             Perbedaan Hadis Qudsi dan al-Qur’an
a.    Semua lafadz-lafadz (ayat-ayat) al-Qur’an adalah mu’jizat dan mutawatir, sedangkan hadis Qudsi tidak demikian halnya.
b.   Ketentuan hukum yang berlaku bagi al-Qur’an  tidak berlaku dalam hadis, seperti pantangan menyentuh bagi orang yang sedang berhadas kecil dana pantangan membacanya bagi orang yang berhadas besar. Sedang untuk hadis (Qudsi) tidak ada pantangannya.
c.    Setiap huruf yang dibaca dari al-Qur’an memberikan hak pahala kepada pembacanya sepuluh kebaikan.  
d.   Meriwayatkan al-Quran tidak boleh dengan ma’nanya saja atau mengganti lafadh yang lainnya, berlainan dengan hadis. [7] Alquran dari Allah baik lafal maupun maknanya. Hadis qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rasulullah saw. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebab itu menurut sebagian besar ahli hadis diperbolehkan meriwayatkan hadis qudsi dgn maknanya saja
e.    Al-Qur’an hanya dinisbahkan langsung kepada Allah yang tidak ada keraguannya lagi. Isltilah yang digunakan biasanya adalah “Allah Ta’ala telah berfirman”. Adapun hadis Qudsi terkadang disandarkan kepada Allah. Penyandaraan kepada Allah itu bersifat penisbatan Insya’I (yang diadakan). Disini juga menggunkan kata “Allah berfirman  atau Allah telah berfirman”.  Tetapi penisbatannya bersifat ikhbar (pemberitaan), karena Nabi yang mengabarkan hadis itu dari Allah. Maka dari sini Nabi mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari TuhanNya (Allah SWT).[8]

II.           Hadis Marfu’
Pengertian
Menurut bahasa adalah  kata “marfu” berasal dari isim maf’ul dari fiil رفع  yang berate dinisbatkan langsung ke Rasulullah SAW. Hadits marfu adalah كُلُّ حَدِيْثٍ نُسِبَ إِلَى النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلاً أَوْ فِعْلاً أَوْ تَقْرِيْرًا أَوْ صِفَةً yaitu hadits yang khusus disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan, perbuatan atau taqrir beliau; baik yang menyandarkannya sahabat, tabi’in atau yang lain; baik sanad hadits itu bersambung atau terputus.
Berdasarkan definisi diatas hadits marfu itu ada yang sanadnya bersambung, adapula yang terputus. Dalam hadits marfu ini tidak dipersoalkan apakah ia memiliki sanad dan matan yang baik atau sebaliknya. Bila sanadnya bersambung maka dapat disifati hadits shahih atau hadits hasan, berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi. Bila sanadnya terputus hadits tersebut disifati dengn hadits dhaif mengikuti macam-macam putusnya perawi.

· Macam-macam Hadits Marfu[9]
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi, maka apa yang disandarkan kepada Nabi itupun dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauli, marfu fi’li dan marfu taqriri. Dari ketiga macam hadits marfu tersebut ada yang jelas –dengan mudah dikenal– rafanya, dan adapula yang tida jelas rafanya. Yang jelas (sharih) disebut marfu hakiki, dan yang tidak jelas (ghairu sharih) disebut marfu hukmi.
1. Marfu Qauly Hakiki
Ialah apa yang disandarkan oleh sahabat kepada Nabi tentang sabdanya, bukan perbuatannya atau iqrarnya, yang dikatakan dengan tegas bahwa nabi bersabda. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan lapazh qauliyah :
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول …… كذا
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda ……… begini”
Contohnya :
عن ابن عمر رضى الله عنه قال: إنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذّ بسبع و عشرين درجة
( رواه البخاري و مسلم)
“Warta dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : Shalat jama’ah itu lebih afdhal dua puluh tujuh tingkat dari pada shalat sendirian” ( HR Bukhari dan Muslim)
2. Marfu Qauly Hukmi
Ialah hadits marfu yang tidak tegas penyandaran sahabat terhadap sabda Nabi, melainkan dengan perantaran qarinah yang lain, bahwa apa yang disandarkan sahabat itu berasal dari sabda nabi. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan kalimat :
أمرنا بكذا ……. نهينا عن كذا
“Aku diperintah begini…., aku dicegah begitu……”
Contohnya :
أمر بلال ان ينتفع الأذن و يوتر الإقامة ( متفق عليه )
“Bilal r.a. diperintah menggenapknan adzan dan mengganjilkan iqamah” (HR Mutafaqqun ‘Alaih)
Pada contoh diatas hadits tersebut dihukumkan marfu dan karenanya hadits yang demikian itu dapat dibuat hujjah. Sebab pada hakikatnya si pemberi perintah iu tidak lain kecuali Nabi saw.
3. Marfu Fi’li Hakiki
Adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah SAW.
Contohnya :
عن عائشة رضى الله عنها انّ رسولالله صلّى الله عليه وسلّم كان يدعوا فى الصلاة, ويقول: (اللّهمّ إنّى أعوذبك من المأثم و المغرم) (رواه البخارى)
“Warta dari ‘Aisyah r.a. bahwa rasulullah saw mendo’a di waktu sembahyang, ujarnya: Ya Tuhan, aku berlindung kepada Mu dari dosa dan hutang” (HR Bukhari)
4. Marfu Fi’li Hukmi
Ialah perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah atau diwaktu Rasulullah masih hidup. Apabila perbuatan sahabat itu tidak disertai penjelasan atau tidak dijumpai suatu qarinah yang menunjukkan perbuatan itu dilaksanakan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan hadits marfu melainkan dihukumkan hadits mauquf. Sebab mungkin adanya persangkaan yang kuat, bahwa tindakan sahabat tersebut diluar pengetahuan Rasulullah SAW
Contohnya :
قال جابر: كنّا نأكل لحوم الخيل على عهدى رسول الله (رواه النسائى
“Jabir r.a. berkata : Konon kami makan daging Kuda diwaktu Rasulullah saw masih hidup” (HR Nasai)
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Ialah tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
Contohnya, Seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a:
كنّا نصلّ ركعتين بعد غروب الشمس و كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يرانا ولم يأمرنا ولم ينهنا
“Konon kami bersembahyang dua rakaat setelah matahari tenggelam, Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak memerintahkan dan tidak pula mencegah.”
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Ialah apabila pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.
Contohnya, perkataan Amru Ibnu ‘Ash r.a kepada Ummul Walad:
لا تلبسوا علين سنّة نبيّنا (رواه ابو داود)
“Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah nabi kami.” (HR. Abu Dawud‎)
Pengertian kata Sunnah Abi Qosim, sunnah Nabi kami dalam hadis seperti diatas, tidak lain adalah sunnah Nabi Muhammad saw, akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat minas sunnati dan yang sejenis dengan itu seorang tabi’in, maka hadits yang demikian itu bukan disebut hadits marfu, tetapi disebut hadits mauquf.
Selain yang tersebut di atas, terdapat beberapa ketentuan untuk menggolongkan hadits kepada hadits marfu. Antara lain:[10]
1. Apabila dalam memberitakan itu, diikuti dengan kata-kata seperti: Yarfa’ahu, Marfu’an, Riwayatan, Yarwihi, Yannihi, Ya’tsuruhu/yablughu bihi.
Contohnya, yaitu hadits al-A’raj:
عن ابى هريرة رضى الله عنه يبلغ به: (الناس تبع لقريش) (متفق عليه)
Warta dari Abu Hurairah r.a, yang ia rafa’kan kepada Nabi saw: manusia itu menjadi pengikut orang Quraisy.” (HR. Mutafaq ‘alaih)
2. Tafsir sahabat yang berhubungan dengan asbabun nuzul. Contoh interpretasi sahabat Jabir r.a tentang asbabun Nuzul surat al-Baqarah : 223 – nisaukum hartsu lakum. Ia  berkata :
     “ Konon orang Yahudi berkata : Barang siapa menyetubuhi isterinya dari belakang, lahirlah anak yang dihasilkannya itu juling”.
3. Sesuatu yang bersumber dari sahabat yang bukan semata-mata hasil pendapat ijtihad beliau sendiri.
Contohnya:
كان ابن عمر و ابن عبّاس يفطران و يقصران اربعة برد
(رواه البخاري)
“Konon Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a, sama-sama berbuka puasa dan mengejar shalat dalam perjalanan sejauh empat barid (18.000 langkah).” (HR. Bukhari)
Adapun kehujjahan atau ketentuan mengamalkan hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal.

III.         Hadits Mauquf
Menurut bahasa berasal dari isim maf’ul الوقف yang berarti rawi berhenti pada sahabat yang belum sampai pada akhir silsilah sanadnya.[11] Sedangkan menurut istilah  Hadits mauquf ialah: مَا نُسِبَ إِلَى الصَّحَابِي مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِي yaitu segala sesuatu yang hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung maupun terputus.”
Contohnya:
يقول: اذا أمسيت فلا تنتظرالصباح واذا أصنحت فلا تنتظرالمساء وخذ من صحّتك لمرضك ومن حياتك لموتك (رواه البخاري)
“Konon Ibnu Umar r.a berkata: Bila kau berada di waktu sore jangan menunggu datangnya pagi hari, dan bila kau berada di waktu pagi jangan menunggu datangnya sore hari. Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.” (HR. Bukhari)
Hadits di atas adalah hadits mauquf, sebab kalimat tersebut adalah perkataan Ibnu Umar sendiri, tidak ada petunjuk kalau itu sabda Rasulullah saw, yang ia ucapkan setelah ia menceritakan bahwa rasulullah memegang bahunya dengan bersabda:
كن فى الدنيا كأنّك غريب او عابر سبيل
“Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang lewat di jalanan”
Hadits mauquf dapat disifati hadits shahih atau hasan tetapi tidak ada kewajiban untuk menjalankannya, tetapi boleh dijadikan sebagai penguat dalam beramal karena sahabat dalam hal ini hanya berkata atau berbuat yang dibenarkan oleh rasulullah saw.
Jika disandarkan hadits mauquf itu kepada orang yang bukan sahabat, hendaklah ditegaskan yakni harus dikatakan, umpamanya, hadits ini mauquf kepada Ibnul Musayyab. Jelasnya, apabila diithlaqkan mauquf, dan dimaksudkan perkataan atau perbuatan tabi’in, hendaklah ditegaskan, dikatakan “mauquf pada mujahid”, umpamanya.
Apabila seorang sahabat berfatwa atau mengerjakan sesuatu, maka ketika kita terangkan yang demikian itu kepada orang lain, maka apa kita terangkan itu disebut hadits mauquf. Yakni bicara yang demikian dari sahabat, atau perbuatan yang dinukilakn dari sahabat. Hadita mauquf yang memiliki banyak qarinah dari sahabat-sahabat yang lain naik derajatnya menjadi marfu.
Adapun mengenai hokum mengamalkan hadis Mauquf itu sendiri, Para ulama berselisih pendapat tentang menggunakan hadits mauquf sebagai hujjah. Menurut ulama Syafi’iyah dalam al-jadid, jika perkataan sahabat itu tidak populer di masyarakat maka perkataan itu bukanlah ijma dan tidak pula dijadikan hujjah.
Apapun tingkatan atau martabatnya tidaklah diterima sebagai hujjah atau dalil bagi ajaran Islam, sebab yang dapat diterima sebagai hujjah itu hanyalah Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw, tetapi hadits yang disandarkan kepada sahabat. Pada prinsipnya hadits mauquf itu tidak dapat dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang menunjukkan (yang menjadikan) marfu.

IV.         Hadits Maqthu’
Dari segi bahasa, berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi batasan:
ما جاء عن تابعيّ من قوله او فعله موقوفاعليه سواءاتّصل سنده أملا
“Ialah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in serta dimauqufkan padanya, baik sandanya bersambung maupun tidak.”
Contohnya ialah perkataan Haram bin Jubair, seorang tabi’in besar, ujarnya:
المؤمن اذا عرف ربّه عزّوجلّ أحبّه واذا أحبّه أقبل إليه
“Orang mukmin itu bila telah mengenal tuhanya azza wajalla, niscaya ia mencintainya dan bila ia mencintainya Allah menerimanya.”
Contoh lain seperti perkataan Sufyan Ats-Tsaury, seorang tabi’in, yang mengatakan:

من السنّة أن يصلّى بعد الفطر اثنتى عشرة ركعة وبعد الأضحى ستّ ركعات
“Termasuk sunnat ialah mengerjakan shalat 12 rakaat setelah shalat Idul Fitri, dan 6 rakaat sehabis shalat Idul Adha.”
Asy-Syafi’i dan Ath-Thabarani menggunakan istilah maqthu untuk munqathi. Tetapi sebenarnya ditinjau dari segi istilah, memang kedua-duanya mempunyai perbedaan. Sebab suatu hadits dikatakan dengan munqathiitu dalam lapangan pembahasan sanad, yakni sanadnya tidak muttashil. Sedang untuk hadits dikatakan maqthu itu dalam lapangan pembahasan matan, yakni matannya tidak dinisbatkan kepada Rasulullah saw atau sahabat r.a.
Apabila para muhadditsin mengatakan: “Ini hadits maqthu”, maka maksudnya: Hadits (khabar) yang disandarkan kepada tabi’in, baik perbuatan maupun perkataan, baik muttashil maupun munqathi.”
Adapun hukum mengamalkan hadis hadits maqthu yaitu tidak dapat dijadikan hujjah, mengenai hadits ini para ulama berpendapat, bahwa hadits maqthu itu tidak dapat dijadikan hujjah. Tetapi jika pendapat itu berkembang dalam masyarakat dan tidak diperoleh bantahan dari seseorang, maka ada ulama yang menyamakannya dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam masyarakat yang tidak didapati bantahan dari seseorang, yakni dipandang sebagai suatu ijma’.[12]

SKEMA HADIS .

Ket. (1). Hadis Marfu’ (2). Hadis Mauquf (3) Hadis Maqthu’

KESIMPULAN

1.      Hadis Qudsi ialah sesuatu yang dikhabarkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi menyampaikan ma’na dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri. Hadis qudsi berbeda halnya dengan hadis Nabawi dan juga Al-Quran sesuai apa yang telah dipaparkan diatas
2.      Hadits mauquf dapat berupa hadits shahih, hasan dan dha’if diihat dari bersambung atau tidaknya sanad. Hadits mauquf termasuk hadits dha’if apabila terdapat qarinah dari sahabat yang lain maka derajatnya menjadi shahih atau hasan.
3.      Adapun yang disebut sebagai hadis maqthu ialah sesuatu yang disandarkan kepada para Tabi’in yang berupa perkataan maupun perbuataan baik muttasil ataupun munqhati’. Hukum mengamalkan hadis ini para ulama berpendapat bahwa tidak dapat dijadikan hujjah. ada ula yang menyamakannya dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam masyarakat yang tidak didapati bantahan dari seseorang, yakni dipandang sebagai suatu ijma

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qathan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Pustaka al-Kautsar, Jakarta , 2009
Ash-Shiddiqy, Hasbi, M., Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1954
Rahman, Fathur, Drs., Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Al-Ma’arif, Bandung, 1987
مصطلح الحديث  تيسير karya Mahmud Thohan
http://hanny.blogdetik.com/2010/03/19/hadits-qudsi-dan-hadits-nabawi/.



[1] Pemakalah adalah Mahasiswa aktif  jurusan Hukum Islam (syari’ah) pada Fakultas Ilmu Agama Islam di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan fakultas Ekonomi. Jurusan akutansi
[2] مصطلح الحديث  تيسير karya Mahmud Thohan. Hlm, 126
[3] Musthalahul hadis karya Fatchur Rahman, Hlm, 50.
[4] http://hanny.blogdetik.com/2010/03/19/hadits-qudsi-dan-hadits-nabawi/, diakses pukul 01.35 pm. Pada tanggal 22 April 2011
[5] Lihat : Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terjemahan dari judul asli mabahist fi uluumil qur’an. Karya: Syaikh Manna Al-Qaththan, Hlm. 27-28
[6] Contoh kasus adalah peristiwa tawanan perang Badr. Pasalnya Rasul mengambil pandangan Abu Bakar untuk menerima tebusan mereka, lalu turunlah wahyu, “ tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan perang..”, sebagai kritik terhadapnya.
[7] Butir-butir diatas poin a sampai d dapat ditemukan dalam kitab mustahul hadis karya facthur Rahman, Hlm, 51-52.
[8] Lihat : Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terjemahan dari judul asli mabahist fi uluumil qur’an. Karya: Syaikh Manna Al-Qaththan, Hlm. 26.
[9] Lihat : Musthalahul hadis karya Fatchur Rahman, Hlm, 135-138
[10] Ibid,.
[11] مصطلح الحديث  تيسير karya Mahmud Thohan. Hlm, 129

[12] Hasbi Ash Shiddieqy, sejarah dan pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang). Hlm . 196
Diposting oleh Unknown di 21.23 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Label: Hadis

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Mengenai Saya

Foto saya
Iqbal Zen
Muhammad Iqbal Juliansyahzen. Mengabdi sebagai seorang dosen tetap (PNS) di IAIN Purwokerto. Senang sekali bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan. Menulis sebagai ikhtiar merawat akal (hifz al-'aql). Selamat membaca
Lihat profil lengkapku

Menu kami

  • Akhlak (6)
  • Anekdot (10)
  • Doa (3)
  • Ekonomi (1)
  • Falak (3)
  • Hadis (1)
  • Kajian Fiqih (17)
  • Kajian Keislaman (8)
  • Kisah (3)
  • Lyrics (3)
  • Makalah (10)
  • Motivasi (9)
  • Muhasabah (38)
  • Mukjizat al-Qur'an (1)
  • Peradilan (1)
  • Psikologi Keagamaan (16)
  • Sosial Humaniora (5)
  • Student Exchange (16)
  • Studi Islam (2)
  • Ulasan (2)
Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar Tulisan

  • ►  2020 (8)
    • ►  September (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2017 (9)
    • ►  Agustus (7)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (7)
    • ►  September (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (4)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Juni (1)
  • ►  2014 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (42)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (16)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (5)
  • ▼  2012 (44)
    • ▼  Oktober (8)
      • Senyum dan Cemberut
      • Wanita yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur’an
      • SPIRIT PENGORBANAN DALAM AL-QURAN
      • SEDEKAH = LIFE CHANGE
      • JUJUR MEMBAWA BERKAH
      • LABBAIK ALLAHUMMA LABBAIK
      • HADIS BERDASARKAN TEMPAT PENYANDARANNYA
      • BERKATA BAIK ATAU DIAM
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (16)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2011 (28)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (10)
    • ►  Januari (6)

Pengikut

 
Copyright (c) 2010 Media Iqbal Zen. Designed for Video Games
Download Christmas photos, Public Liability Insurance, Premium Themes