Oleh : Iqbal Zen
Akhir-akhir ini media massa sibuk memberitakan penangkapan salah satu artis
berinisial RA bersama teman-teman yang berjumlah 17 orang yang sedang berpesta “barang
haram” oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Ironisnya, Terdapat pasangan artis
yang ikut terjaring ketika itu meskipun sejatinya ia tidak mengetahui
apa-apa. Namun, karena keberadaannya di Tempat Kejadian Perkara (TKP) sehingga
ia pun termasuk ke dalam orang-orang yang kemudian diamankan dan diperiksa.
Selidik punya selidik ternyata pasangan yang mengaku hanya silaturahmi yang
kebetulan terjadi penggerebekan. Setelah adanya pemeriksa melalui tes urine,
rambut dan sebagainya maka pasangan tersebut dinyatakan negatif sehingga ia pun
dibebaskan. Terlepas apakah ia (pasangan artis muslim-red) dijebak atau tidak
oleh salah seorang temannya yang digerebek untuk datang ke tempat tersebut,
yang ingin penulis katakan bahwa haruslah selektif dalam memilih teman.
Untuk dijadikan sebagai teman, seseorang haruslah memiliki spesifikasi khusus
sehingga bukan teman yang malah mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang
negatif. Penulis memaknai “teman” sebagai seorang yang spesial. Memang benar
dalam konteks sosial kita tidak boleh memilih untuk berkenalan dengan siapa pun
seperti pencuri, penjambret, pembunuh, ataupun kepada seorang pelacur. Tapi
untuk dijadikan sebagai seorang “teman” tunggu dulu. Artinya teman adalah orang
lebih tinggi dari seorang kenalan biasa.
Seorang teman adalah orang yang ada untuk membantu ketika dalam keadaan
yang perlu bantuan, yang menutupi aib-aib kita, orang yang menasehati kita
ketika kelalaian menghampiri, memberi utangan ketika tanggal tua, hehe.
Bukan malah mengajak kita menjauhi kita untuk membantah perintah orang tua,
negara, bangsa dan terlebih perintah Tuhan.
Dalam terminologi agama, kita disarankan dalam memilih teman. Ketika kita
berteman dengan seorang yang berprofesi sebagai pandai besi tentu yang akan
kita dapatkan adalah asap dan bau. Ini artinya malah memberi kemudlorotan bukan
kemanfaatan. Namun, ketika berteman dengan seorang penjual minyak wangi kita
pun akan menjadi wangi meskipun tidak membelinya.
Lebih dari itu semua, dalam kitab al-Hikam, Syech Ibn Athoillah as-Sakandari
mengatakan “maa shohibika illa man shohibika wa huwa bi’aibika ‘aliimun, wa
laisa dzalika illa maulaka al-kariim. Khoiru man tashhabu man yathlubuka laa
lisyaiin ya’uudu minka ilaih”. Artinya sahabat sejatimu adalah yang
bersahabat denganmu dalam kondisi ia mengetahui aibmu. Dan hal itu tidak lain
adalah Tuhanmu yang Maha Pemurah. Sebaik-baik sahabatmu adalah yang
mengaharapmu bukan karena keuntungan yang dia harap darimu.
Sehingga yang tepat dijadikan teman sejati adalah Allah. Atau orang yang
dapat mendekatkan diri kepadaNya. Dalam adagium yang sering terlontar di
kalangan pesantren “kun ma’a Allah fa in lam takun ma’aAllah kun ma’a man
ma’aAllah” jadilah orang yang bersama Allah, jika tidak dapat bersama Allah
bersamailah dengan orang yang bersama Allah.[] Wa’alluhu’alam.
Kawah condro dimuko, 30 Januari 2013.
0 komentar:
Posting Komentar