Mungkin
kita tidak asing dengan kisah seorang kiai kharismatik dan berilmu agama luas yang
kalah dengan iblis. Alkisah, terdapat Kiai yang tinggal di suatu daerah yang
‘jauh dari agama’. Masyarakat di daerah tersebut kurang memiliki pemahaman agama
yang baik. Pemujaan kepada pohon-pohon besar yang dianggap keramat, permintaan
kepada dukun, ‘sesajen’ dan hal-hal yang berbau kemusyrikan merupakan pandangan
biasa sehari-hari.
Melihat
hal yang menurut ‘kaca-mata’ agama menyimpang, sang kiai pun geram. Hari demi
hari kemusyrikan pun kian bertambah. Orang secara berduyun-duyun mendatangi
tempat-tempat yang dianggap mampu memberikan kesejahteraan bagi kehidupan warga
sekitar. Suatu ketika sang kiai berniat menghapus segala kemusyrikan di daerah
itu. Ia lantas segera berangkat menuju tempat pemujaan masyarakat sekitar. Iblis
yang mengetahui rencana sang kiaipun berusaha untuk menggagalkan usaha sang
ulama. Iblis kemudian menyamar dalam rupa pemuda yang gagah. Perkelahian pun
tidak bisa terhindarkan antara sang kiai dan iblis yang menyamar.
Hari
pertama pun berhasil dimenangkan oleh kiai meskipun secara fisik jauh berbeda. Kiai
itu berbadan kurus dan tidak terlalu tinggi. Beberapa waktu setelah
perkelahian, masyarakat pun kembali mendatangi tempat pemujaan. Kembali sang
kiai itu mengambil reaksi yang sama seperti beberapa saat yang lalu. Iblis yang
mengetahui rencana tersebut segera mengambil rencana untuk menggagalkannya. Benar
saja, dalam perjalanan sang kiai bertemu dengan pemuda. Pemuda itu menawari uang
sebesar 1 juta. Uang tersebut ditolak dan diakhiri dengan perkelahian. Kemenangan
masih milik sang kiai yang ingin menghapus kemusyrikan di daerahnya.
Bebarapa
waktu berlalu, kembali untuk yang ketiga kalinya, kiai itu melihat masyarakat
kembali melakukan kemusyrikan. Sebelum keberangkatan kiai ke tempat pemujaan. Ia
berfikir sejenak dan menduga bahwa langkahnya akan terhenti karena dihadang
oleh pemuda yang sebelumnya berhasil ia taklukan. “andai saja pemuda
memberiku uang sebesar 20 juta, lumayan sebagai biaya hidup” gumamnya. Baru
lima langkah berjalan, ia bertemu dengan pemuda dan kembali perkelahian tak
elak pun terjadi. Kali ini kiai pun ‘dipaksa’ mundur.
Sesampai di rumah ia lantas berfikir pernyebab
kekalahannya. Ternyata niatnya telah terkotori oleh materi. ia sadar bahwa pada
pertama dan kedua ia berhasil memangkan perkelahian lantaran ia ikhlas untuk
menghapus kemusrikan, tapi tidak untuk yang ketiga.
Makna Ikhlas
Ikhlas
ialah mengerjakan segala hal lillah. Lebih lanjut, apakah yang dimaksud
dengan lillah? Setidaknya terdapat dua
pemaknaan. Pertama, karena Allah. Kedua, untuk Allah. Ini tentunya
berbeda dan memiliki derajat yang berbeda pula. Lantas, manakah yang lebih
utama?
Pertama,
karena
Allah. Kita mengetahui bahwa Allah memerintahkan sesuatu hal, maka kita beramal
karena Allah. Ambil contoh, Allah memerintahkan kita untuk hidup saling
tolong-menolong. Suatu ketika kita dapati teman atau orang yang tidak kita
kenal sedang membutuhkan pertolongan. Setelah kita menolongnya, tidak ada
ucapan tanda ia berterima kasih bahkan malah bersikap tak acuh. Melihat orang
tersebut berbuat yang tidak semestinya maka kita pun marah, sebel, dan
menggerutu. Jadi, ikhlas tergantung pada reaksi orang yang ditolong. Jika
positif maka kita pun senang. Namun jika negatif kita tidak terima.
Kedua, untuk
Allah. Sesorang yang melakukan perbuatan tanpa melihat ‘kompensasi’ apapun. Ia
menyadari betul bahwa sejatinya apa yang dilakukannya adalah untuk Allah. Ia
tidak memperhatikan segala hal yang datangnya dari manusia baik pujian maupun
cercaan. Semuanya hanya tertuju bagi Allah. Bagaimana Allah adalah tujuan utama
dan satu satunya. Tidak penting pengakuan dari makhluk yang itu sejatinya
hanyalah sementara.
Kita tidak
tahu dari amal mana Allah terima dan Ridhoi. Maka, salah
nasehat guruku adalah lakukan apapun dan jangan remehkan hal-hal kecil karena
sesungguhnya kita tidak tahu dari amal mana yang mendatangkan rahmat dan ridho
Allah. Ikhlaskan setiap persoalan yang menimpa kita dan apa yang kita kerjakan
karena balasan Allah jauh lebih indah nantinya. WaAllahu ‘alam []
Iqbalzen
16/08/2017
0 komentar:
Posting Komentar