Rudolf Otto,
seorang teolog yang berbasis pada fenomenologi dalam salah satu teori
keberagamaannya mengemukakan bahwa terdapat dua hubungan yang menyelimuti antara Tuhan dan manusia. Hubungan pertama, Tuhan menampilkan diri-Nya sebagai “suatu yang menggentarkan” (mysterium tremendum).
Pada situasi yang lainnya, Tuhan tampil di hadapan manusia sebagai “suatu yang
mempesonakan, mengagumkan” (mysterium fascinans). Pada situasi pertama, Tuhan
dimaknai dan dipandang oleh manusia sebagai suatu dzat yang menakutkan. Hubungan
antara Tuhan dan Manusia didasarkan pada relasi “ketakutan, Keterpaksaan”. Sedangkan
pola relasi yang kedua, hubungan Tuhan dan manusia adalah hubungan yang
didasarkan pada cinta, kasih sayang dan ke-rahman-an.
Teori
di atas sejatinya juga telah ada dalam Islam, ulama jauh-jauh hari sebelum Otto
telah membagi sifat Allah menjadi dua bagian yaitu Kedahsyatan (Jalaliyyah)
dan keindahan (Jamaliyyah). Dalam pemaknaan dan pengkajian lebih lanjut,
ternyata sifat keindahan Allah lebih mendominasi ketimbang sifat kedahsyatan. Maknanya,
Allah tampil sebagai dzat yang sangat indah nan mempesonakan dari pada yang
menggentarkan.
Namun,
dalam pemaknaan di atas tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengabaikan sifat
Allah dalam dimensi kedahsyatan. Sifat kedahsyatanNya seperti kemurkaan
terhadap hamba yang berbuat kejahatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kecintaanNya. Dalam sebuah hadis qudsi dinyatakan bahwa “sesungguhnya
kasih sayang-Ku mendahului kemurkaan-Ku”. Artinya ketika Allah memberikan
balasan bagi hambanya yang berbuat dosa, itu merupakan cara Allah yang juga
demi kebaikan manusia. Mungkin (dalam hal memudahkan pemahaman) sama halnya dengan
ketika orang tua yang memarahi anaknya yang tentunya disayangi oleh orang tua
tersebut.
Pemakanaan
di atas didukung dengan kenyataan bahwa komponen sifat kerahmanan Allah
lebih mendominasi ketimbang kedasyhatanNya. Banyak kisah-kisah dari generasi salaf
(terdahulu) yang menunjukkan bahwa Allah mengedepankan rahmatNya dari pada
lainnya. Bahkan dalam suatu makalah Jalaluddin Rumi menyebutkan “Jika engkau
belum dapat berdoa dengan khusyu’, tetaplah persembahkan doamu yang kering,
munafik dan tanpa keyakinan itu. Karena Tuhan dengan RahmatNya akan tetap
menerima mata uang palsumu!”.
Banyak kisah bijak yang dapat dijadikan refleksi bahwa Allah mendahulukan
rahmatNya di atas segalanya. Diantaranya, suatu ketika ada seorang perempuan
yang sering berzina. Bahkan itu menjadi pekerjaannya. Hingga suatu ketika ia
berada pada titik nadzir atas apa yang telah ia perbuat. Ia menyesal, merasa
diri hina-dina, butuh atas pengampunan Tuhan. Datanglah perempuan tersebut ke seorang
yang dianggap alim nan ‘abid (ahli ibadah). Konon, karena kealimannya setiap ia
berjalan ada naungan awan di atas kepalanya. Diceritakanlah detail perjalanan hidupnya
kepada sang alim itu. Mendengar ulasan itu, sang alim mengatakan bahwa dosa
yang telah diperbuatnya sudah terlampau besar sehingga sulit terampuni.
Perempuan
yang sungguh berharap uluran tangan sang alim semakin terpuruk, pupus, dan tak
tahu lagi kemana berharap. Padahal ia sungguh ingin bertaubat, mendekat kepada
Tuhan. Hatta, dalam perjalanan pulangnya, ia mendapati seekor anjing yang
sedang kehausan. Melihat keadaan anjing tersebut, sang perempuan itu merasa iba
dan berusaha mencari sedapat mungkin air untuk diminumkan ke anjing itu. Ia ikhlas
dan tulus menolong seekor anjing, salah satu makhluk Allah. Atas kejadian ini,
Allah mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuat. Iya, karena rahmatNya. Bahkan konon,
awan yang biasa menanungi sang alim berpindah ke perempuan itu.
Kita
tidak mengetahui amal mana yang akan diterima dan diridhoiNya. Bahkan terkadang
kita cenderung meremehkan hal-hal kecil, remeh temeh, tapi justru dari situ
jalan pintu keberkahan dan keridhoianNya. Ketulusan dan keikhlasan hati seorang
ternyata penting dalam melakukan suatu perbuatan. Hindari sikap meremehkan
orang lain yang “belum shalih” dari kaca mata kita. Bisa jadi ia pada akhirnya
lebih selamat dibanding kita. Tugas kita adalah berbuat baik seraya terus
memohon agar apa yang kita amalkan diterima sebagai amal shalih dan membawa
kemashlahatan. Wa’allahu’alam.
0 komentar:
Posting Komentar