Oleh : M. Iqbal Juliansyah Zen[1]
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini pembicaraan yang berkaitan dengan pancasila sebagai dasar negara sedang ramai diperbincangkan dan diungkap kembali. Terbukti ketika penulis menemukan berbagai macam opini dan pembirataan lainnya yang menghiasi pada lembaran media masa maupun lewat media elektronik. Hal ini sangatlah wajar dikarenakan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi kebebesan bersuara. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural sehingga tidak ada salahnya ketika terjadi suatu isu maka akan banyak pihak yang merespon hal tersebut.
Kemajuan alam pikir manusia sebagai individu maupun kelompok telah melahirkan persamaan pemikiran dan pemahaman ke arah perbaikan nilai-nilai hidup manusia itu sendiri. Faham yang mendasar dan konseptual mengenai cita-cita hidup manusia merupakan hakikat ideologi. Dijadikannya manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa di dunia ternyata membawa dampak kepada ideologi yang berbeda-beda sesuai dengan pemikiran, budaya, adat-istiadat dan nilai-nilai yang melekat dalam kehidupan mayarakat tersebut.
Indonesia terlahir melalui perjalanan yang sangat panjang mulai dari masa kerajaan Kutai sampai masa keemasan kerajaan Majapahit serta kemunculannya kerajaa-kerajaan Islam. Kemudian mengalami masa penjajahan Belanda dan Jepang. Kondisi ini yang menimbulkan semangat berbangsa yang satu, bertanah air satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Semangat ini akhirnya menjadi latar belakang para pemimpin yang mewakili atas nama bangsa Indonesia memandang pentingannya dasar filsafat Negara sebagai simbol nasionalisme. Kehidupan yang plural inilah yang sudah sejak dahulu melekat pada jati diri bangsa Indonesia yang seharusnya haruslah selalu dipupuk dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa.
PEMBAHASAN
Sejarah Lahirnya Pancasila
Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Kelima sila itu adalah: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mengetahui latar belakang atau sejarah Pancasila dijadikan ideologi atau dasar Negara.
Pancasila diyakini sebagai produk kebudayaan Bangsa Indonesia yang telah menjadi sistem nilai selama berabad-abad lamanya. Pancasila bukanlah sublimasi atau penarikan ke atas (hogree optrecking) dari declaration of indepence (Amerika Serikat), manifesto komunis atau faham lain yang ada di dunia. Pancasila tidak bersumber dari berbagai faham tersebut, meskipun diakui bahwa terbentuknya dasar negara. Pancasila memang mengadapi pengaruh bermacam-macam ideologi pada masa itu.[2]
Proses lahirnya Pancasila dimulai dalam siding BPUPKI diadakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dengan agenda membahas rancangan dasar Negara. Pada tanggal 29 Mei 1945, Muh Yamin melontarkan gagasan dasar Negara. Kemudian pada tanggal 31 Mei 1945, Dr. Supomo meyampaikan gagasannya. Tokoh yang lain yang juga menyampaikan gagasan dasar Negara adalah Ir. Soekarno. Pada tangal 1 Juni ia menyampaikan pandangannya tentang dasar Negara. Ia mengusulkan lima asas Negara ya ia sebut dengan Pancasila. Panca berarti lima dan sila berarti asas.[3]
Pada tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk panitia Sembilan yang bertugas menyusun asas dan tujuan Negara Indonesia. Disebut panitia Sembilan karena terdiri atas Sembilan orang yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ahmad Subardi, A.A. Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Abdul Kahar Muzakir, K. H. Wahid Hasyim, haji Agus Salim dan Moh. Yamin. [4]
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Pancasila sebagai Dasar Negara dan Alat Pemersatu
Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee).[5]
Konsep pancasila sebagai dasar Negara diajukan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada hari terakhir siding pertama BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, yang isinya untuk menjadikan pancasila sebagai dasar falsafah Negara atau filosophische grondslag bagi Negara Indonesia merdeka. Usulan tersebut dapat diterima oleh seluruh anggota siding. Hasil-hasil siding selanjutnya dibahas oleh panitia kecil atau panitia Sembilan dan mengahsilkan rumusan “rancangan Mukadimmah Hukum Dasar” pada tanggal 22 Juni 1945, yang selanjutnya oleh Muhammad Yamin disarankan diberi nama Jakarta Charter” atau Piagam Jakarta, yang di dalamnya terdapat Pancasila pada alenia IV, Piagam Jakarta, selanjutnya disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menjadi Pembukaan UUD, dengan mengalami beberapa perubahan yang bersamaan dengan Pancasila disahkan menjadi dasar Negara.[6]
Pancasila sebagai dasar Negara berarti pancasila merupakan suatu dasar/ nilai/ norma untuk mengatur pemerintahan dan penyelenggaran Negara. Konsekuensinya, UU dan proses perubahannya, reformasi dalam segala bidang dewasa ini harus dijabarkan dalam nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, pancasila mengatur sumber hokum dari segala konstitusi mengatur Negara Republik Indonesia beserta seluruh unsure-unsurnya[7].
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai kedudukan yang dapat dirinci sebagai berikut:[8]
1. Sumber dari segala sumber hokum Indonesia
2. Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945
3. Menciptakan cita-cita hokum bagi dasar negara
4. Menjadi sumber semangat bagi UUD 1945 dan
5. Mengandung norma-norma yang mengharuskan UUD untuk mewajibkan pemerintahan maupun penyelenggaraan Negara yang lain untuk memelihara budi pekerti luhur.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Mengingat bahwa pancasila berkedudukan sebagai dasar Negara maka seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang terkait dengan hal-hal pokok kenegaraan di samping penyelenggaraan Negara, semuanya harus sesuai dan dapat diatur berdasarkan pancasila, diantaranya masalah politik ekonomi, sosial budaya, hokum pendidikan dan lain-lain, termasuk juga hubungan antar rakyat, kekuasaan serta penguasa. Juga segenap peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia harus sejiwa dan dijiwai oleh pancasila sehingga ini akan menimbulkan semangat kesatuan dan persatuan di antara masyarakat Indonesia dengan sifat kemajemukan dan plural ini.
KESIMPULAN
Menjadi suatu keharusan bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai landasan dan dasar bagi terwujudnya kehidupan yang beradab dengan semangat persatuan kesatuan. Pancasila disusun untuk mewadahi kemajemukan bangsa Indonesia sehingga memilki rasa saling memilki terhadap bangsa yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan terdahulu. Maka, sebagai generasi penerus seharusnya adalah menjunjung, menghormati serta memahaminya dengan lebih arif dan bijaksana. Bukan sebaliknya dengan memusuhi bahkan tidak menganggapnya sebagai landasan dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sangatlah ironis, dengan tidak menghargai apa yang telah dicapai dengan susah payah oleh para pahlawan terdahulu.
Tugas kita saat ini adalah sederhana dibandingkan ketika masa penjajahan untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Sebagai bagian dari bangsa ini hendaklah bersyukur dan berterimakasih serta bertekad untuk menjunjung tinggi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegra. Apabila semangat untuk memahami, mencerna, serta mengembang pancasila didada masing-masing elemen bangsa maka persatuan dan kesatuan akan tercpta bangsa pun akan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
o Rahman, Srijanti dan H.I, Purwanto S. K. Etika Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat, Cet. 3, , 2008.
o Setijo, Pandji, Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa, Jakarta: Cikal Sakti, 2008
o Rahayu, Minto. Pendidikan Kewarganegaraan: Perjuangan Menghadapi jati Diri Bangsa, Yogyakarta: Sentosa, 2009
[1] Penulis adalah Mahasiswa Aktif Program Studi Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
[2] Srijanti, A. Rahman H.I, Purwanto S. K. Etika Berwarga Negara. (Jakarta: Salemba Empat, 2008) Cet. 3
[3] Rahadi, Pengetahuan Sosial. (Yogyakarta: Kanisius, 2005), Cet-5. Hlm. 85.
[4] ibid
[6] Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa,(Jakarta: Cikal Sakti, 2008), Edisi kedua,
[7] Minto Rahayu, Pendidikan Kewarganegaraan: Perjuangan Menghadapi jati Diri Bangsa,(Jakarta: Grasindo, 2007)
[8] Panji Setijo, op,,cit, hal, 84.
0 komentar:
Posting Komentar