Oleh : M. Iqbal Juliansyah Zen[1]
Pendahuluan
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pewakaf) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya serta dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.[2] Wakaf bertujuan untuk kepentingan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Lembaga pengelolaan wakaf sebenarnya merupakan salah satu lembaga Islam yang diperlukan yang sudah ada sejak ratusan tahu yang lalu, yaitu sejak Islam masuk ke Indonesia.Sebenarnya wakaf merupakan lembaga Islam yang potensial apabila dikembangkan guna membantu masyarakat yang tidak mampu, terutama saat kondisi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang, terlebih krisis ekonomi yang menimpa masyarakat Indonesia beberapa tahun yang lalu.
Namun, pada kenyataanya wakaf yang sekarang ini ada di Indonesia belum mampu menanggulangi permasalahan umat terutama dibidang sosial dan ekonomi. Hal ini disebabkan antara lain kerena sumber daya manusia (SDM) dari Nazhir wakaf yang belum profesional atau belum memadai.
Untuk itu perlulah kiranya adanya pembinaan dalam rangka peningkatan profesionalisme kinerja Nazhir wakaf di Indonesia, sehingga harta benda wakaf beserta lembaganya dapat dipelihara, diamankan serta dikembangkan.
Pembahasan
Pengertian Nazhir
Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab nadzara-yandzuru-nadzaran yang
mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Adapun Nazhir
adalah isim fa'il dari kata Nazhir yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa
Indonesia dengan pengawas (penjaga).[3] Sedangkan Nazhir wakaf atau biasa disebut
Nazhir adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola wakaf.
mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Adapun Nazhir
adalah isim fa'il dari kata Nazhir yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa
Indonesia dengan pengawas (penjaga).[3] Sedangkan Nazhir wakaf atau biasa disebut
Nazhir adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola wakaf.
Secara istilah nazhir adalah orang atau sekelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh waqif (orang yang berwaqaf) mengelola wakaf. Dalam berbagai kitab fiqih Nazhir disebut juga mutawalli, orang yang mendapat kuasa mengurus dan mengelola wakaf. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.[4]
Dengan demikian Nazhir berarti orang yang berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya, ataupun mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan harta itu tumbuh dengan baik dan kekal. Maka, jelas bahwa dalam perwakafan adanya nazhir merupakan suatu hal yang penting demi terlaksana dan terpeliharannya harta benda wakaf.
Pengangkatan Nazhir
Selanjutnya dalam proses pengangkatan Nazhir hendaklah diketahui oleh seorang nazhir haruslah memiliki kepribadian yang baik. Hal ini tentu menjadi tolak ukur ke depannya dalam memantau proses dan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Tidak bisa dipandang sebelah mata bahwa berbagai permasalahan di bidang wakaf disebabkan oleh karena nazhir yang ‘kurang’ bekerja secara profesional.
Keberadaan nazhir diperlukan dalam pengelolaan wakaf. Nazhir dan lembaga pengelolaan wakaf sebagai ujung tanduk pengelolaan dan pengembangan harta wakaf. Sebelum menjadi nazhir tentunya ada beberapa karakteristik khusus yang menjadi kualifikasi dalam penetapannya. Nazhir harus didaftar pada kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan.[5]
Sebelum melaksanakan tugasnya, Nazhir harus mengucapkan sumpah dihadapan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 saksi dengan isi sumpah sebagai berikut :[6]
“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi nazhir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dengan dalih apa pun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada siapapun juga “.
“Saya bersumpah, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberiaan”.
Sedangkan jumlah Nazhir diperbolehkan untuk satu unit perwakafan sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.[7]
Syarat-syarat Pengangkatan Nazhir
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa tugas dan peran Nazhir sangat penting dan urgen. Maka dalam proses pemelihan dan pengangkatannya haruslah memerhatikan beberapa kualifikasi yang harus dipenuhi oleh seseorang supaya dalam proses pemeliharaan dan pengelolaan harta wakaf dapat berjalan secara optimal. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang menjadi Nazhir sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Wakaf yaitu: Warga Negara Indonesia (WNI), beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani dan tidak melakukan perbuatan hukum.[8]
Selain beberapa syarat di atas, dalam pelaksanaannya supaya Nazhir dapat bekerja secara profesional dalam mengelola wakaf maka Nazhir juga harus memiliki berbagai kemampuan yang menunjang tugasnya sebagai Nazhir wakaf produksi berjalan lancar diantaranya :[9]
1. Memahami hukum wakaf dan perundang-undangan yang terkait masalah perwakafan
2. Memahami pengetahuan mengenai ekonomi syariah dan instrumen keuangan syariah
3. Memahami praktik perwakafan khususnya praktik wakaf uang di berbagai negara
4. Mengelola uang secara profesional dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah seperti investasi dana wakaf
5. Melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf.
Dengan syarat-syarat yang demikian, diharapkan nazhir mampu benar-benar mengelola dan mengembangkan wakaf dengan baik sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk mewujudkan kesajahteraan sosial.
Pemberhentian Nazhir dan Penggantiannya
Dalam prosesnya, Nazhir pula dapat diberhentikan. Nazhir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena :
a. Meninggal dunia
b. Atas permohonan sendiri
c. Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nazhir
d. Melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.
Bilamana terdapat lowongan jabatan nazhir karena salah satu alasan diatas maka penggantinya diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat. Sedangkan seorang nazhir yang telah berhenti disebabkan karena meninggal dunia (tidak dengan sendirinya) maka digantikan oleh salah seorang ahli warisnnya.[10] Menurut peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2006 pasal 14 ayat (1)-(2) ketentuan mengenai masa bakti nadzir ialah:[11]
1. Masa bakti nadzir perseorangan adalah lima tahun dan dapat di angkat kembali.
2. Pengangkatan kembali nadzir dilakukan oleh BWI dengan syarat nadzir telah melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai ketentuan prinsip syari’ah dan peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku (Primer)
Kompilasi Hukum Islam. Bandung : Citra Umbara
Lubis, Suhrawardi K.dkk. Wakaf dan Pemberdayaan Umat. Jakarta : Sinar Grafika. 2010.
Zuhaily, Wahbah az-. al-Fiqh al-Islam wa adilatuhu, Damaskus : Dar Fikr.
Sumber Internet (Sekunder)
[1] Mahassiswa aktif Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam universitas Islam Indonesia
[2] Lihat Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa adilatuhu, Hal. 438 Jilid. 4
[3] Dikutip dari http://groups.yahoo.com/group/fiqhzakatdanwaqaf/message/23 pada tanggal 02 Januari 2012.
[4] Lihat kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1.
[5] Lihat Kompilasi Hukum Islam pasal 219 ayat 3
[6] Ibid, ayat 4.
[7] Ibid, ayat 5
[8] Dalam kompilasi Hukum Islam disebutkan syarat-syarat apabila Nazhir adalah perorangan yaitu warga negera Indonesia, beragama Islam, sudah dewasa, sehat jasmani dan rohani, serta bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya. Sedangkan sebagai badan hukum persyaratannya yaitu : badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia serta mempunyai perwakilan di tempat letak benda yang diwakafkan (pasal 219 ayat 1 dan 2)
[9] Suhrawardi k. Lubis dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, hal, 43
[10] Lihat Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 221 ayat 1,2 dan 3.
[11] Dikutip dari http://diyanshintaweecaihadiansyah.blogspot.com/2011/12/nadzir-wakaf.html pada tanggal 02 Januari 2012.
2 komentar:
Nazhir memang harus orang yang benar2 amanah agar uang wakaf tidak digunakan semaunya sendiri. sosialisasi ini diharapkan tidak cuma di KUA saja namun harus sampai pada Desa-desa dan wakaf terbaru yaitu wakaf uang diharapkan bisa diterima dilapisan masyarakat ini sudah tentu dibutuhkan sarana sosialisasi dari nadzir.
salam dari saya: http://elhasany-software.blogspot.com/
Wakaf tunai memang sudah seharusnya digalakkan secara optimal dan maksimal sehingga menjadi sarana untuk pembangunan umat.. Terima kasih
Posting Komentar