Oleh : Iqbal Zen[1]
Sudah lazim kita ketahui bahwa dalam ritual shalat jumat dan khutbah didalamnya adalah kewajiban (fardhu ‘ain)[2] kepada setiap muslim. Merupakan sebuah ritual khusus yang dilaksanakan sejak khotib naik ke atas mimbar sampai selesai mengerjakan shalat 2 rekaat. Sejak itulah segala aktivitas termasuk didalamnya bermain HP, berbicara, dan lain sebagainya haruslah dihentikan untuk memfokuskan konsentrasi hanya kepada sang Khotib. Di sebagian tempat dalam prosesi pelaksanaan shalat jum’at, untuk mengingatkan jama’ahnya sebelum Khotib maju ke mimbar untuk menyampaikan khutbahnya, petugas adzan (baca : bilal) mengingatkan yang maksudnya untuk tidak berbicara sedikit pun, walaupun juga untuk menegur rekannya dengan perkataan “DIAM atau MENENG[3]” saja tidak diperbolehkan apalagi sampai asyik mengobrol.
Mengantuk, ?!
Sepertinya sudah menjadi ‘pemandangan’ pada setiap jumat ketika khotib menyampaikan khutbahnya ada dari jamaah yang molor alias tertidur pada posisinya. Ada beberapa kemungkinan mengapa dari jamaah ada yang tertidur, bisa jadi karena memang kebiasaannya sehingga setiap majelis dimanapun ia berada setelah menempelkan bagian pangkal paha di sebelah belakang (baca : bokong) selalu terasa matanya digantung dengan beban yang sangat berat apalagi berada di ‘posisi wueenak’ alias PW semisal bawah kipas angin, di bagian belakang, atau bersandar pada tiang akan menambah kenikmatan tersendiri bagi jamaah itu untuk ‘molor’.
Faktor lain yang menjadi penyebab mengapa ada jamaah yang mengantuk sampai tertidur adalah berasal dari khotib itu sendiri. Terkadang Khotib kurang begitu menguasai cara penyampaian yang baik dan menarik sehingga tidak mengundang antusias para pendengarnya. Disamping itu, materi khutbah yang cenderung ‘klasik’ mungkin saja mempengaruhi. Terkadang khotib cenderung menyampaikan hal-hal itu saja, sehingga jamaah pun merasa bosan. Maka, materi khutbah dianjurkan untuk menyangkut hal yang up to date yang tentu tetap berdasar pada kontek (ke)Islam(an).
Intervensi Multimedia, Mungkinkah?
Berbicara masalah teknologi, perannya cukup sentral dalam berbagai hal dalam menunjang dan mempermudah mengerjakan sesuatu. Dalam hal ibadah misalnya, dahulu kala sahabat Bilal dalam mengumandangkan adzan mencari tempat yang tinggi agar supaya para sahabat lainnya dalam mendengar paggilan adzan. Namun, Bilal sekarang tidak perlu repot-repot untuk mencari tempat tertinggi untuk mengumandangkan adzan, dengan bantuan mikrofon lantunan adzan akan dapat dedengar oleh kaum Muslim. Contoh lainnya, dalam berdakwah kaum Muslim dapat dimudahkan dengan bantuan kecanggihan zaman sekarang diantara handphone, facebook, twitter, dan lainnya. Kalau mau dikatakan, memang ini adalah bid’ah. Akan tetapi termasuk dalam kategori bid’ah hasanah (bidah yang bernilai positif).
Lantas bagaimana dengan Khutbah Jumat yang diselenggarakan dengan bantuan tampilan ‘slide prensentasi’?. Nampaknya aneh ya, tapi itulah yang terjadi di negara Malaysia di sejumlah masjid besar di Kuala Terengganu. Memang apabila dinalar secara praktis membawa sisi positif dan juga negatif. Dari sisi positif, proses pemahaman para audience dapat terbantu dengan adanya tambahan penjelasan terhadap materi yang disampaikan, selain itu pula mengurangi angka jamaah yang mengantuk karena disebabkan penyampaian yang dirasa membosankan.
Dari sisi negatif, penampilan itu pula, dapat mengganggu esensi dari khutbah itu sendiri manakala pada tampilan slide tersebut ditambahi dengan animasi-animasi yang dapat bergerak dengan campuran berbagai gambar-gambar, dan lebih parah apabila dimasuki video segala, jadi nonton film deechh, hehe..
Memang secara eksplisit, pada nash-nash tidak didapati permasalahan tersebut, karena memang zaman dahulu tidak ada laptop dan perangkat proyektor. Jika kalau ada, mungkin ada nash yang menjelaskan secara gamblang. Maka, diperlukan ijtihad pada permasalahan ini dan menjadi hal yang wajar apabila Para Ulama terjadi silang pendapat, pro dan kontra.
Kalaulah negeri Malaysia yang berasaskan ‘Islam Hadhari’ telah menerapkan praktek demikian, hal ini tentunya mungkin beralasan bahwa teknologi haruslah digunakan sebaik mungkin, bagaimana peran teknologi itu dapat dimaksimalkan. Selanjutnya, bagaimana agar supaya para audience dapat menagkap isi kandungannya. Yang terpenting ialah khotib tetaplah menjadi peran utama dalam penyampaian sedangkan tampilan slide hanyalah sebagai pembantu bukan central-peran dengan kata lain slide-lah yang berkhutbah adalah slide. Hal yang lain yang perlu diperhatikan ialah syarat dan rukun khutbah haruslah tetap terjaga keutuhannya.
Jikalah sekarang praktek khutbah dengan menggunakan slide hanya terjadi di negeri Malaysia saja, tidak menutup kemungkinan praktek khutbah dengan slide itu dilaksanakan di tempat-tempat lainya. Tentunya pada praktek ini, para Ulama tetap berbeda pendapat akan kebolehannya.
Wa’Allíhu’alam bis ash-Shawwáb,
2 komentar:
wah saya belum menemukan titik terang hukumnya bagaimana gan?? bisa dijelaskan lebih lanjut?? setidaknya tentang bagaimana baiknya penggunaan slide dan seperangkat multimedia pada saat khutbah!!! mohon dijelaskan yak :)
#request
Pasmasalahan di atas memang tidak lepas dari khilafiyah mas,, fatwa al-azhar -kalau tidak salah- tidak membenarkan dikarenakan menyangkut hal ke-sakral-an dari ritual shalat Jumat itu sendiri.
Posting Komentar