Oleh : Iqbal Zen
Sebagaimana maklumat
yang tertera pada website Fakulti Syariah dan Undang-Undang (FSU) yaitu http://fsu.usim.edu.my/en/aktiviti/hebahan-terkini/80-ceramah-fsu
bahwasanya FSU mengadakan ceramah akademik yang dibuka kepada seluruh keluarga
besar FSU pada hari Kamis pukul 02.30 – 16.30. Penceramahan didatangkan
langsung dari luar Malaysia yaitu dari Algeria, Prof. Umi Kaltsum Ben Yahya.
Beliau merupakan salah satu pensayarah (dosen) pada kuliyah Sastera, Bahasa dan
Ilmu Kemanusian, Universitas Bashar, Algeria.
Pada awalnya acara
tersebut hanya dihadiri oleh beberapa Pensyarah FSU, sedangkan mahasiswa sedang
memiliki jam kuliah. Setelah beberapa pertimbangannya, akhirnya Kaprodi Program
Fikih dan Fatwa memutuskan untuk memulai terlebih dahulu. Ceramah tersebut
bertajuk Perempuan umat Muhammad dan Perannya dalam berdakwah” (al-Marah
al-Muhammadiyah wal ‘amal ad-da’wi).
Setelah beberapa
saat, para mahasiswa pun akhirnya hadir dalam majlis tersebut. Suasana ruangan
pun pada akhirnya meramai. Prof. Umi memaparkan bagaimana posisi wanita yang
sangat sentral dalam lintasan sejarah pada zaman Rasul. Beliau mengatakan bahwa
orang yang pertama menyatakan Islam setalah Rasul adalah Khadijah. Begitupun
setelah datangnya perintah shalat, bahwa orang yang pertama menjalankan shalat
setelah Rasul adalah Khadijah. Ketika khadijah wafat, maka dikenal pula dengan
istilah ‘am al-Khuzni’ tahun duka cita. Siti Aisyah yang menjadi
sandaran bertanya terkait kualitas suatu hadis apakah shahih atau tidak dan lain
sebagainya Sehingga posisi wanita pada zaman Rasul sangatlah sentral.
Dalam perkembangan
berikutnya, seakan posisi dan derajat wanita menuai kemunduran dan kemerosotan.
Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor sehingga pada akhirnya pria yang mendominasi.
Di beberapa negara misalnya, wanita sangat terbatas langkah dan perannya.
Kondisi tersebut yang kurang diamini oleh Prof Umi.
Seharusnya wanita
diberikan porsi yang semestinya sebagai seorang yang juga memiliki hak untuk
berperan dalam kehidupan sehari-hari maupun berbangsa dan bernegara. Prof Umi
yang baru menginjakkan kakinya di Malaysia untuk kali pertama menyatakan
kekaguman atas kondisi yang ada di Malaysia.
Wanita di Malaysia
memiliki hak untuk memilih hidupnya. mengeyam pendidikan pun tidak dibatasi.
Pergerakan pun bebas. Beliau mengisahkan bagaimana kondisi di beberapa negara
yang berpergian dengan mengendarai mobil pun harus dikawal bahkan tidak
diperbolehkan dan lain sebagainya. Sedangkan di Malaysia, wanita
dipersila(h)kan untuk mengendarai mobil dan mengembangkan pontensi diri yang
dimilikinya.
Setelah acara
ceramah usai dan para mahasiswa meninggalkan ruangan, saya dan beberapa
Pensyarah termasuk Dr. Irwan (Kepala Program Fikih dan Fatwa, FSU) serta Prof
Umi terlibat perbincangan hangat seputar beberapa isu yang berkembang di
antaranya terkait masalah fatwa.
Sebagaimana
diketahui bahwa yang dimaksud fatwa merupakan pemberian keputusan terkait suatu
persolan yang dikeluarkan oleh pihak tertentu dan bersifat tidak mengikat (bisa
dilihat di http://jalanbaru92.blogspot.com/search?q=fatwa
). Namun ada yang berbeda di Malaysia, Dr. Irwan menjelaskan tentang kondisi di
Malaysia yang menggunakan sistem bahwa di setiap wilayah terdapat satu mufti.
Di Malaysia terdapat 14 wilayah (proponsi), maka setiap wilayah tersebut, harus
memiliki satu mufti.
Sifat fatwa yang ada
di Malaysia adalah bersifat mengikat (mulzim), wajib untuk diikuti. Hal
tersebut berdasarkan peraturan per-undang-undangan (Qanun). Mungkin, hanya
Malaysia yang hanya menerapkan sistem yang demikian. Suatu fatwa dapat
dikatakan mengikat manakala telah memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu fatwa
tersebut haruslah dikeluarkan oleh pejabat resmi yang telah ditetapkan,
kemudian fatwa tersebut haruslah di-publish di Media Massa resmi.
Jika suatu fatwa
tidak memehuni syarat tersebut semisal tidak diumumkan melalui media massa maka
itu tidak menjadi fatwa, tetapi hanya sekadar Qarar, sehingga tidak
bersifat mulzim. Karena setiap wilayah memiliki mufti maka bisa saja
antara daerah satu dan lainnya memiliki putusan fatwa yang berbeda. Ambil
contoh, kadar zakat fitrah yang berlaku di Selangor adalah 7 Ringgit sedangkan
di Trengganu adalah 8 Ringgit. Selain itu, ada hal yang patut diacungi jempol,
bahwa ada fatwa yang mengatakan syarat untuk mendirikan suatu bangunan
bertingkat, atau suatu area keramaian yang disitu terdapat interaksi umum maka
diharuskan mendirikan surau (mushola, masjid) dan toilet (tandas). Sehingga
seseorang tidak kesulitan untuk beribadah.
Akhirnya, penulis
ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Prof. Umi Kaltsum Ben Yahya, Dr.
Irwan yang telah memberikan penulis wawasan baru pada hari ini, Semoga Allah
selalu melimpahkan keberkahan kepada mereka, umur yang panjang sehingga dapat
lebih lama untuk mengajarkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada umat. Wallahu’alam..
[]
Nilai, Negeri Sembilan, 23 Mei 2013.
0 komentar:
Posting Komentar