Oleh
: Iqbal Zen
Jujur memang saya
pribadi adalah seorang anak desa yang berasal dari sebuah daerah yang jauh di
negeri Lampung. Maklum saja, banyak hal yang lewat dari pengetahuan saya. Beberapa
hari sebelum keberangkatanku ke Negeri Jiran, aku sempat berbincang-bincang
dengan salah seorang teman yang telah beberapa kali pergi ke luar negeri. Salah
satu obrolan kami saat itu, ia memberitahuku “zen, nanti kalau mau berangkat ke
Malaysia, jangan bawa-bawa produk Indonesia ya kesana”, seronoh nya. “Emang
sebegitu sensitifnya ya kang?” jawabku.
Ia mengatakan bahwa
setidaknya kalau kita bawa-bawa barang-barang produk Indonesia misalnya sabun
cair, sampo, dan peralatan mandi lainnya, akan terjaring petugas imigrasi di
Bandara. Jikalau nekat untuk tetap membawanya, ia mengatakan setidaknya
terdapat beberapa resiko yang akan aku dapatkan. Pertama, aku harus
mengambil barang tersebut dan kembali membereskan barang yang sudah tertata
rapih. Kedua, aku akan malu karena secara otomatis banyak orang akan
melihat dan mungkin saja berkata dalam hati bahwa aku iki katro’ emen. Ketiga,
tentunya aku akan buang-buang waktu saja.
Atas beberapa
dampak tersebut, maka aku berkeputusan untuk meninggal semua alat-alat pribadi
yang telah aku persiapkan, misal sikat gigi, pasta, sabun dan lain sebagaimya. Benar
saja, sesampainya di pintu imigasi dan pemeriksaan barang, terdapat banyak
minuman produk Indonesia terpaksa harus ditingal. Salah satu temanku, yang membawa
pasta gigi keluaran Indonesia pun harus merelakan pastanya tersebut ditinggal
dan diserahkan kepada petugas di sana. Lumayan sedekah lah, sikik-sikik...
Tapi alangkah galaunya
sesampainya di tempat dituju, sikat gigi yang pada awalnya kukira termasuk
barang-barang yang diharamkan ternyata diperbolehkan untuk dibawa. Sehingga aku
pun terpaksa harus menunggu keesokan harinya untuk membelinya dikarenakan
koperasi mahasiswa saat itu sedang tutup. Lagi-lagi persoalan bahasa, penjual
sedikit kebingungan ketika aku menanyakan ingin membeli sikat gigi. Baru
kemudian ia memahami maksudku setelah aku mencoba memeragakan barang yang
sedang aku cari. Ternyata barang itu di sini lazim dikenal “Brush Gigi”. Hehehe..
Ada sebuah pepatah
hikmah mengatakan “man ‘alima lughata qaumin salima minhum” barang siapa
yang memahami bahasa suatu kaum, maka ia akan selamat dari kaum tersebut. Selamat
bisa diartikan terhindar dari miss-understanding, kerempongan, kejahatan dan
lain sebagainya. Maka, saya pribadi ingin mempelajari bahasa Malaysia, ya siapa
tahu jodohnya dapat orang sini, kan sudah lancar, hehehe.
Kampus
USIM, Negeri Sembilan, 16/05/13
3 komentar:
lucu banget nih pengalaman tak sikat gigi ke luar negeri untuk pertama kalinya judul yang cocok nih aa. Hahahaha
Iya ni, sempat galau plus tidak bisa tidur, hehe
terima kasih atas catatan pribadi. Menarik walau ada istilah yg tak difahami.
Saya pernah ke Jogja dan solat di masjid Universitas GM yg hanya berdinding depan. Cuma dikota jogja agak kurang nyaman dengan najis kuda.
Posting Komentar